Assessment Tool terbaik bagi anak

Assessment Tools Terbaik bagi Anak

Demam bayi jenius rupanya masih terus berlangsung. Kata "sejak dini" menjadi seperti Tuhan baru bagi orangtua lebay obsesif. Pokoknya jika anak mau hebat di masa depan seperti tokoh ini atau tokoh itu maka semuanya harus dimulai sejak dini. Sekolah sejak dini, bisa membaca sejak dini, hafal sejak dini, dikenali bakat sejak dini, dipesantren sejak dini, menjadi profesor sejak dini dstnya.

Termasuk dalam hal bakat. Selalu saja para orangtua ĺebay obsesif ini, ingin anak mereka ditemukan bakatnya sejak dini kalau perlu sejak embrio. Seperti biasa, kepanikan ini disambut oleh "enterpreneur" yang tak memahami mendalam perkembangan anak dan serakah, lalu munculah berbagai assessment tools atau alat uji untuk mengetahui bakat anak sedini mungkin.

Padahal,

1. Adanya fitrah perkembangan manusia, bahwa semuanya berproses alamiah, tidak berlaku kaidah makin cepat makin baik. Justru makin cepat makin rusak. Ketergesaan melabelkan anak sejak dini dengan bakat tertentu adalah perbuatan gegabah dan zhalim. Bakat sebagai aktifitas produktif yang sangat disukai dan hasilnya bagus, baru bisa terlihat secepatnya di usia 10 tahun. Bakat sebagai peran baru ajeg di usia 14 tahun ke atas. Bagaimana bisa ada alat yang "sim salabim" mengetahui bakat anak hanya dengan melihat retina, sidik jari, dstnya.

2. Alat Uji atau Assessment tools terbaik sesungguhnya adalah observasi kedua orangtuanya. Allah titipkan fitrah anak kepada kedua orangtua sebagai amanah untuk dirawat dan ditumbuhkan atas fitrah itu dengan sebaik baiknya. Karenanya, betapa penting membersamai (bukan cuma menemani) anak, agar para orangtua bisa mengamati dari sehari ke sehari dengan tulus dan penuh empati perkembangan setiap aspek fitrah anaknya maupun profilnya. Orangtua ibarat petani, maka setiap anak ibarat tanaman yang unik, karenanya perlu dirawat dan diobservasi terus menerus sejak masih benih dari sehari ke sehari sampai tumbuh besar dan berbuah.

3. Pengamatan atas Bakat maupun Gaya Belajar bukanlah segalanya. Ada aspek fitrah lainnya yang memerlukan tangan dan hati yang tulus untuk dirawat, diobservasi dan ditumbuhkan. Banyak orang berbakat dan pembelajar yang hebat namun tidak beradab, tak bertuhan atau setidaknya tidak bergairah pada agamanya, merusak alam atau setidaknya tidak peduli kelestarian alam, menyengsarakan banyak orang dengan penemuannya, kehilangan fitrah keibuan atau fitrah keayahan sehingga menjadi ayah atau ibu yang buruk, menjadi homo atau lesbi, anti sosial, lambat dewasa dstnya.

Pendidikan berbasis fitrah bukan hanya bicara bakat dan belajar serta nalar, namun bicara tentang keimanan, estetika, seksualitas, individualitas, sosialitas, jasmani juga interaksinya dengan alam, kehidupan, kearifan lokal, zaman dan juga Kitabullah.

Pendidikan berbasis fitrah juga mendorong agar orangtua mendidik anak sesuai fitrah anak, namun juga mendorong agar para orangtua kembali kepada fitrah nya sendiri.

Mari menjadi orangtua yang kembali kepada fitrahnya, kembali mendidik sesuai fitrah. Jadilah orangtua yang rileks dan optimis, tidak lebay obsesif atau lalai pesimis, karena kita mengandalkan keyakinannya hanya kepada Allah, menajamkan intuisi dan nalurinya sebagai orangtua dalam mendidik karena kitalah versi orangtua terbaik menurut Allah bagi anak anak kita. Tentu saja jika kita menyambut panggilanNya untuk menjadi orangtua bagi anak anak kita.

Salam Pendidikan Peradaban

#fitrahbasededucation
#pendidikanberbasisfitrah dan akhlak

Oleh ust.  Harry Santosa

Posting Komentar

0 Komentar