Ayah si Raja Tega Bunda Pembasuh Luka

Upaya mendampingi anak dengan rileks tanpa obsesif ternyata menghasilkan kegembiraan tersendiri seperti menemukan harta karun atau sesuatu yang lama hilang.
Berenang bareng tidak mendahulukan obsesi anak harus bisa.  Dinikmati prosesnya. 
Keliling lingkungan mengikuti maunya krucil,  bukan lagi krucil yang harus mengikuti mau emaknya. Sebelum nya kan begitu😄
Dan benar,  pola asuh dan cara mendidik di masa lalu mempengaruhi.
Misal: seorang ayah yang masa kecilnya serba dilayani,  dilindungi,  tidak dilatih mandiri , tidak dibiasakan mencari solusi, ortu selalu siap membantu maka di fase pernikahan akan terlihat dan terasa dampaknya.
Istri yang paling merasakan. Sulit mengambil keputusan, kurang  inisiatif , kurang daya juang.
Sebaliknya,  istri yg diasuh dan didik mandiri,  lebih dididik keras misal,  maka akan mengambil peran ayah dalam pengambil keputusan, lebih tega pada anak. 
Fitrah keayahbundaan pasangan dg pola asuh yg dulunya terbalik,  berpotensi menghasilkan peran terbalik pula
Idealnya sama" belajar dan memperbaiki keadaan.  jika tidak bisa ideal,  maka istri harus lebih bersabar mengembalikan porsi keayahan yg sebenarnya.
Contoh dalam mengambil keputusan. Yang biasanya terserah istri,  maka istri harus menahan diri.
Di sebuah buku psikologi pernikahan, hal kecil yg bisa melatih kebiasaan dilayani adalah: jangan mudah membantu mencarikan kunci mobil/motor utk suami😄
Biarkan dia dengan konsekuensi telat dan mencari strategi agar gak lupa terus naruh barang penting.
Kembalikan masing" peran pada tempatnya.  Ibu pembasuh luka,  ayah raja tega.
Ibu dengan senjata kelembutan, main perasaan sementara  ayah yang hangat tapi tegas dan strategic dalam bertindak.
Tazkiyyatun Nafs bu.  Biar hati kita gak kehabisan amunisi sabar dan optimis
Cara mengarahkan nya harus main haluuus.  Gak menggurui,  gak kelihatan merasa paling tahu.
Gaya konfirmasi kalau saya biasanya.
Gini: "Ooooh... Ummi baru tahu lho,  ternyata kalau perempuan itu memang dari sananya baperan,  main intuisi.
Kalau bapak" tuh bla.. bla.. bla... "

Bacain artikel  tema yg on misi sambil pangku pak suami. Bikin suasana rileks. Kitanya wangi" mensugesti gitu aromanya😃🤭

Jika kita belajar dan mengaplikasikan  ilmu  lalu kita berubah jd lebih baik,  suami akan melihat + merasakan perubahan kita.  Disaat itulah akan segera tiba beliaupun berubah.  Kita sama" berubah ...InshaAlloh.  😘
Contoh indikasi berubahnya: mau baca/dengar artikel parenting,  mau ngongkosin seminar parenting,  mau ngantar... Selanjutnya ikuta seminar,  baca sendiri.  Bahkan akan tiba beliau yg ngeshare materi ke kita baik via medsos atau langsung. 
*pengalaman.
Udeh ya kita bahas bapak" .
Giliran ibu" sekarang😀
Contoh nih: suami sudah nawarin jemput,  terus istri dengan bangga bilang gini " Gak usah dijemput,  masih ada angkot kok", lengkap dg intonasi tegas dan lugas.  tanpa sadar justru istri yg menggerus fitrah kelelakian suaminya gegara kelewat mandiri atau salah tafsir ttg hak dan kewajiban.  Suami sdh on the track malah di bikin mlenceng.  Makin lama makin jauh.

Lalu bagaimana dengan istri yang mau membanti mancari nafkah dengan tujuan untuk membantu suami atau dengan tujuan untuk melatih diri bersiap siap jika terjadi sesuatu yang tidka diinginkan?

Niatnya yg tak boleh salah.  Amal itu tergantung niat.  'Sekedar' untuk bantu suami,  melatih diri agar siap dalam segala kondisi ekonomi  yaa gpp.  Malah penting dilatih dan dikondisikan sebelum menikah. 
Tapi selanjutnya harus rajin evaluasi diri,  jangan kebablasan hingga berefek jadi melatih suami utk terkikis qowwamah nya juga .
Pertimbangannya: keuangan suami sanggupkah memenuhi kebutuhan sekunder tersier?  Jika perlu bilang langsung: ada budget buat saya nyalon gak?  Beli buku?  Beli tanaman hias? Dll?

Posting Komentar

0 Komentar