Gagal Merasakan apakah berarti tidak sensitif?

Resume Diskusi Santai tapi Serius Forum Femininitas Bunda
10 juli 2018

Moderator : Bu Rita

Bu Rita : Saya menyimak penuturan di video bahwa kegagalan merasa akan menyebabkan bebetspa hal,  salah satunya *gagal merasakan*
Apakah artinya sama dengan *tidak sensitif*?

Bang aad : Ada dua hal yang dapat terjadi pada orang yang gagal merasakan :

Pertama  tidak sensitif merasakan dan,

Yang kedua,  tidak akurat merasakan

Bu Rita : Tidak akurat.... Berarti jika praduga sering meleset,  ini kode keras ya Ust,  indikator femininitas kita melemah😅

Bang aad : Betul...

Artinya, tidak akurat itu bisa berwujud pada kedalaman perasaan kita yang tidak kuat

Contoh : permasalahan orang lain itu bobotnya 20, tapi yang kita rasakan hanya 10

Artinya kita telah mampu merasakan, tapi tak akurat merasakannya

Bu Noni: Melanjutkan pertanyaan ummi @⁨Bu Rita New⁩ Ustadz...
Bagaimana kalo kita kelewat "merasakan" alias kelewat sensitif... Orang lain sering kali memandangnya justru kita menjadi orang yang "negatif thingking"
Padahal bukan mendoakan kejadiannya... Hanya melihat yang oranglain tidak lihat... Tapi pada akhirnya menjadi kenyataan...

Bagaimana menyikapi hal ini ustadz agar kita tidak di pandang orang menjadi orang yang selalu negatif thinking...

Karna meski kejadiannya anggaplah buruk...orang lain baru menyadarinya bertahun2 kemudian...

bang aad : Berempati atau merabarasakan perasaan dan permasalahan orang lain, pada dasarnya bukan dalam rangka sekadar untuk merasakan apalagi kemudian sekadar membahas permasalahan, tapi dalam rangka kepedulian dan turut membantu menyelesaikan permasalahan tersebut.

Seharusnya jika sensitifitas perasaan tersebut diwujudkan dalam bentuk empati dan kepedulian, maka tidak akan ada kesan negative thinking dari orang lain.

Oleh karena itu kepekaan perasaan kita terhadap realitas orang lain jika tak dapat kita wujudkan dalam bentuk bantuan, maka setidak-tidaknya kita wujudkan dalam bentuk doa.

Oleh karena itu berempati juga menjadi sesuatu yang harus terkendali agar dia tidak berkembang menjadi diskusi dan gosip semata

Yuli : Ketika firasat dan kepekaan kita berbenturan dgn aturan dan syariat mana yg sebaiknya diprioritaskan ustadz..??

Bang aad : Manusia yang hati dan perasaannya peka dan terlatih, bahkan hatinya dapat menjadi sumber fatwa

Rasulullah SAW bersabda :

"Minta fatwalah pada hatimu. Sesungguhnya kebaikan itu adalah apa-apa yang hati tenang dibuatnya dan jiwa tentram karenanya".

Bahkan dalam satu hadits yang lain Rasulullah menyatakan bahwa jika fatwa-fatwa para ulama tak menentramkanmu maka bertanyalah pada hatimu

Namun demikian, di sisi lain hati juga tempat setan berbisik dan menggoda manusia

Oleh karena itu, mari kita membersihkan hati kita, sehingga dia bisa menjadi tempat fatwa bagi kita, yang tak akan bertentangan dengan nilai-nilai syariah. Bahkan fatwa hati dapat lebih tinggi daripada fatwa fiqh.

Kita juga harus meluruskan pemahaman-pemahaman kita terhadap sejumlah istilah, agar jangan sampai kita menggunakan istilah yang keliru untuk maksud yang baik. Tentunya dorongan hawa nafsu tak dapat kita nyatakan sebagai firasat 🙈

Ida Ayu: Bismillah, mengenai mengasah empati dan peduli. Saya membandingkan pasangan muda dengan arus teknologi dari awal berhubungan pasti lebih banyak virtual chat, telpon dll sehingga lebih diam saat bertemu dan sibuk dengan gadgetnya..

Di lain sisi saya lihat pasangan tua yg menikah zaman dulu yang LDM jarang komunikasi virtual tapi saat bertemu begitu perhatian dan khidmat pada suami..

Apakah komunikasi virtual dengan niat peduli dan menumbuhkan empati itu berfungsi dengan baik?

bang aad : Yang membuat empati itu terjadi adalah ketika terjadinya sambung rasa. Oleh karena itu maka rasa harus bertemu dengan rasa

Bertemunya rasa dengan rasa itu disebabkan oleh kedekatan jarak, tatapan mata, kepedulian yang tinggi.

Komunikasi virtual memang juga dapat membangun empati, Jika memang hubungan itu jarak jauh. Namun demikian jika ketergantungan kita dengan komunikasi virtual begitu tinggi, ia bahkan malah mampu mematikan rasa. Karena komunikasi virtual yang dilakukan lewat telepon itu akan memiliki dampak sambung rasa yang berbeda dengan komunikasi virtual yang dilakukan lewat SMS atau chatting.

Alhasil bagi sebuah pasangan muda yang harus dibangun untuk menguatkan empati dan sambung rasa adalah kedekatan fisik. Kalau toh kita harus berinteraksi dengan menggunakan WA dan sebagainya, maka gunakanlah bahasa-bahasa yang juga menggunakan pendekatan hati, seperti pendekatan sastra, prosa dan sebagainya.

Menggunakan emoticon itu juga bagian dari melatih ekspresi emosi. ✅
Sedikit tambahan :  anak-anak yang di bawah usia 7 tahun rajin mendapatkan sentuhan sentuhan dan kedekatan fisik dari ayahbundanya, seperti dipeluk, diusap dimandikan,  dusuapi dan sebagainya, akan menjadi anak-anak yang kelak memiliki rasa dan empati yang bagus

Oleh karena itu jangan terburu-buru mendidik kemandirian pada anak di bawah 7 tahun. ✅

lisyar'i: Trimakasih bun Rita,

Assalamualaikum ust, Ada kasus seseorang yang tidak  kasihan atau prihatin terhadap kecelakaan yang menimpa temannya hanya karena orang yang bersangkutan merasa bahwa dia bukanlah penyebab kecelakaan temannya tersebut.

Mohon penjelasan dari fenomena diatas ust? Apakah berarti orang tersebut masih bisa merasa atau perasaannya tumpul sebab rasa takut yang lebih besar?  🙏🏻

bang aad :  Nah orang yang semacam ini saya rasa adalah orang yang telah mengalami defisit nurani.

Dia mengalami defisit nurani karena berpikir dan bersikap terlalu rasional : bahwa masalah yang menimpa orang lain bukan disebabkan oleh dirinya

Hal ini juga disebabkan oleh pendidikan kemandirian yang keliru dari orang tuanya. Mereka mungkin dididik untuk tak mengganggu orang lain, sekaligus tak ingin diganggu oleh orang lain.

Mereka diajar berlebihan untuk independen. Padahal dalam hidup ini yang dibutuhkan adalah interdependen, saling ketergantungan. ✅

Nifah: 1. Dipertemuan ke 5 kmrn bang aad menyampaikan kalau empati itu melelahkan, dan perubahan itu dilakukan oleh orang yg berempati.

Bila berempati ini melelahkan,lalu kita harus bagaimana ustadz?

kadang saya juga merasakan lelah tp saya ingin ada perubahan🙈🙈

2. Masih seputar materi#5. Di slide materi#5 tentang " orang tua tak kunjung bahagia" bang aad kan menyampaikan kisah bang aad yg ngajak ibu bang aad makan direstoran, tp ternyata bukan hal itu yg bikin ibu bahagia melainkan berkunjung kerumah kerabat yg ada di Bandung.

ini ada kasus seperti ini bang👇🏻👇🏻

Saya punya orangtua yang kegemarannya makan di resto, wisata ke luar negeri, dan hal2 yang semacam itu. Selama ini beliau mendapatkannya dari saudara beliau yang memang sering mentraktir banyak orang bukan hanya ibu saya.
Bagaimana saya harus bersikap teh, sedangkan hal2 yang bisa saya berikan sering dianggap remeh oleh orangtua saya dan malah dibanding2kan dengan apa yang beliau pernah dapatkan.

Sikap anak harus bagaimana ya bang?

Bu Rita : Pertanyaan teh Nifah yg no 1 mirip kasus anak saya.  Seiring bertambah usia empati nya makin kuat.  Kelas 4 awal sudah sangat kelelahan menyimak bullying di sekitar nya saat sekolah.
Pulang sekolah seperti makin capek  bahkan kesininya sampai psichosomatis tiap mau berangkat sekolah . Sampai ujung pagar halaman,  lari ke rumah langsung masuk toilet 😓
Akhirnya homescooling.

bang aad : 1. Berempati itu memang melelahkan, tapi harus kita lakukan. Karena empati itu adalah salah satu jalan yang akan membawa kita ke surga.

Bahkan Rasulullah SAW bersabda : "bukanlah golonganku orang-orang yang tidak berempati dengan urusan umat muslim"

Dalam empati saya, saya bahkan sering gelisah, sering tak bisa tidur, sering uring-uringan dan sebagainya. Tapi justru perasaan-perasaan itu yang membuat saya berpikir dan akhirnya melahirkan solusi dan karya-karya.

2. Kegemaran orang tua itu tak selalu sama dengan kebahagiaan orang tua. Orang tua bisa saja gemar berjalan-jalan, tapi lebih berbahagia jika dia dihubungi, ditanya ditelepon, dipedulikan dan sebagainya.

Pada dasarnya kebahagiaan itu justru sumber terbesarnya adalah dari perhatian yang tulus, bukan dari hal-hal yang bersifat material. Banyak kasus dalam kehidupan ini di mana orang tua begitu menghargai kepedulian-kepedulian yang sederhana dari anaknya, daripada fasilitas-fasilitas yang sangat memanjakan. Sekilas memang orang tua terkesan senang dengan fasilitas-fasilitas tersebut, tapi dalam hatinya belum tentu seperti itu.

Betapa banyaknya orang tua yang sangat terharu kepada anaknya yang pertama kali mengucapkan selamat ulang tahun kepadanya, dari pada anak yang terlambat mengucapkan selamat ulang tahun, walaupun memberikan hadiah yang sangat mahal. ✅

Nifah: syukron ustadz

betul bang memang kalau aku lagi ada ide kepengin bikin acara, sampe tidur g nyenyak, kebawa pikiran terus tp yaitu memang melahirkan ide baru😄😄😄 dan g kapok🙈

Bu Rita : Keputusan kami menjauhkan anak dari *beban empati* terhadap korban bullying sudah tepat kah Ust?  Usianya waktu itu 9 th.
Waktu konsul ke psikolog (konsul online),  sebenarnya saran solusinya bukan dijauhkan.
Setelah homeschooling program pertama nya merawat tanaman, maksud saya menyalurkan enetgi empatinya.
*solusi sotoy emaknya😆

bang aad new: Saya rasa usia 9 tahun sudah perlu untuk memiliki beban-beban empati terhadap lingkungannya, apalagi terhadap korban bullying karena kelak Iapun boleh jadi akan menjadi korban bullying. Karena di usia 10 tahun bahkan dia sudah memiliki tanggung jawab sosial
Kalau toh ingin membangun empati lewat interaksi dengan makhluk lain, maka interaksi dengan binatang sebenarnya lebih mampu membangun empati daripada dengan tumbuhan

Nifah: terus bang, kalau orang yang ber-empati tapi takut melakukan perubahan, ini masuknya baru simpati ya bang?

Bang aad : Betul banget. Atau baru empati rasional 😀

Padahal empati itu emosional. Dari hati,  bukan dari otak.
Mari bedakan antara *empati dengan paham* . Wujudnya seringkali mirip. Padahal empati itu dari hati, dan paham itu dari otak

Posting Komentar

0 Komentar