Mendalami Permasalahan




Materi ketiga ini kami diajak oleh bu Septi untuk kembali menyelami masalah yang sedang kami hadapi. Understanding Your Problem. Memahami kembali permasalahan. Hal ini penting, menurut bu Septi. Jangan terlalu cepat cepat membuat solusi sebelum kita betul betul memahami apa yang sebetulnya kita hadapi. Agar solusi yang diberikan pun menjadi lebih tepat pada sasaran nya. 

Ada beberapa hal yang perlu kita lakukan untuk dapat memahami permasalahan menjadi lebih jelas dan dekat. Yaitu diantaranya :

  1. Kumpulkan informasi baru tentang masalah yang dihadapi.  Hal yang bisa kita lakukan dalam hal ini misalnya dengan membaca artikel-artikel yang dibuat oleh para ahli. Atau juga bisa kita menghubungi orang-orang yang menghadapi permasalahan ini secara langsung dan mendengarkan mereka.
  2. Gunakan passion dalam mendalami masalah. Kita bisa menggali masalah dengan cara yang gue banget. Dengan cara cara sesuai passion kita. Misal dengan membaca buku, menonton film, atau bentuk passion lainnya.
  3. Analisis masalah dari berbagai sudut pandang 360૦. Dengan cara diskusi dengan para ahli atau dengan wawancara dengan orang yang merasa terdampak.
  4. Lihat situs Web resmi organisasi dunia. Lihatlah apakah masalah kita menjadi bagian dari masalah dunia melalui situs-situs seperti milik UNICEF, UNESCO, WHO, FAO, SDG, atau lainnya.
Awalnya, saya merasa bahwa hal ini akan menjadi berat buat saya pribadi. Karena akan ada beberapa hal yang harus saya lakukan. Pertama, memahami kembali masalah. Buat saya yang praktis, tentu ini berat. Tapi setelah mendengar penjelasan bu Septi, pemikiran saya mulai terbuka. Betul selama ini saya lebih sering memutuskan segala sesuatu berdasarkan prasangka dan asumsi yang ada dalam kepala saya sendiri, tanpa kemudian kembali mengecek segala sesuatu dari berbagai macam sudut pandang. 

Alasan kedua yang membuat saya agak segan mengeksekusi materi kali ini adalah karena tim saya semua diluar bunda Saliha. Bisa saja mereka merasa aneh. Saya sudah membuat project, kita sudah membuat tim dengan segala peran yang dibagikan. Mengapa kita tidak buru buru eksekusi malah muter kembali pada permasalahan. Menyampaikan hal ini pada tim tentu saja akan menjadi hal yang tidak mudah. Tapi memang harus saya lakukan. Beberapa diantara mereka adalah mahasiswi Bunda cekatan, ada juga yang memang berperan dalam kepengurusan IP di kota lain. Saya berharap sih mereka akan memahami nya. Setidaknya mereka paham rule dan alur di IP. 

Jadi, pada hari Jumat pekan kemarin kami berkumpul dalam zoom. Dihadiri oleh hampir semua anggota tim. Walau ada yang tidak mengikuti full karena terganjal masalah jaringan. 

Berdebar rasanya menyampaikan kembali materi yang disampaikan oleh bu Septi. Agak kesulitan sesjujurnya saya menyampaikan nya kembali dengan bahasa yang berbeda agar dapat diterima oleh semua anggota tim. 

Alhamdulillah tidak ada pertanyaan yang sulit. Teman-teman bersemangat dan cukup aktif berdiskusi. Dan waktunya kami mulai pada starbusting the problem. Dimulai dengan mendiskusikan 5W1H. 


Jurnal Kelompok

Sebelum berdiskusi dengan starbusting, kami mencoba mendiskusikan tetang problem statement bersama. Ada bu Ella yang sebagai seorang kaka merasa khawatir dengan adiknya yang kehilangan kegiatan dan lari ke HP. Mba Imel dan mba Yeni yang memiliki anak balita merasa perlu mempersiapkan sebuah lingkungan yang baik bagi anak-anaknya, karena sepupu dan anak anak sekitar yang apatis, tidak mau bermain keluar karena lebih suka bermain dengan gadget. Mba Ika sebagai seorang ibu yang memiliki anak usia 7-10 tahun, justru merasa kebingungan menemani anak-anaknya. Sering kehabisan ide dan tidak tau apa yang harus dilakukan. Mba Vita memiliki anak usia 6 tahun. Dia merasa harus mempersiapkan diri untuk dapat mendidik anaknya saat memasuk fase berikutnya. Ken juga mba Sari sebagai seorang guru SD yang bertempat di pedesaan dengan sinyal yang kurang mendukung merasa cemas dengan sistem pendidikan saat ini di masa pandemi. Sementara Fawwaz sebagai anak berusia 9 tahun, juga merasa bosan di rumah terus menerus, tidak dapat bebas berpetualang. 

Dari pemaparan tersebut, maka kami ambil problem statement kelompok adalah Pendidikan Anak Usia 7-10 tahun di masa Pandemi.

Dan inilah hasil diskusi dalam kelompok kami, saat starbusting the problem.


What : 
  1. Pendidikan anak usia 7-10 tahun di Masa Pandemi
  2. Ada apa dengan pendidikan anak di masa pandemi ?
    - Anak-anak tidak bisa belajar di sekolah
    - Anak-anak harus belajar di rumah
    - Sekolah memilih metode daring sebagai pengganti tatap muka
  3. Ada apa dengan metode daring?
    - Tidak semua anak dapat terhubung dengan internet secara mudah
    - Tidak semua memiliki HP
    - Anak jadi berlama-lama menatap layar yang membuat masalah lain dalam kesehatan
    - Anak jadi lebih sulit memahami pelajaran lewat metode daring
    - Ibu harus siap menemani anak
    - Tingkat konstrasi menurun. 
    - Tidak semua guru pun siap dengan metode pembelajaran dengan metode daring
    - Anak jadi harus lama lama di depan gadget menyebabkan mereka kurang bergerak
    - Metode daring banyak menyalahi fitrah anak usia 7-10 tahun 
  4. Fitrah apa saja yang tercederai dengan metode daring?
    - Anak usia 7-10 tahun harusnya sedang banyak bergerak
    - Harusnya anak banyak bertualang,kini gerakannya jadi terbatas
    - Anak usia ini sedang dalam masa peralihan dari individu menjadi sosial, harusnya banyak bermain dan berteman dengan teman nya
    - Bertualang, bergerak, bermain, ngebolang yang harusnya jadi fitrah anak usia ini jadi tidak dapat terfasilitasi karena anak harus tetap di rumah saja. dan belajar lewat layar gadget
  5. Apa dampak yang dirasakan orangtua, guru dan anak dengan metode daring?
    - Orang tua stress mengajari anak di rumah
    - Guru harus upgrade diri dengan metode baru
    - Anak harus berlama-lama di depan gadget
    - Anak jadi terbatas aktivitas fisiknya
    - Orang tua harus beli atau menyediakan gadget padahal tidak semua mampu
When :
  1. Terjadi saat pandemi terjadi, kita semua harus membatasi gerakan di luar rumah untuk menjaga agar virus tidak semakin menyebar
  2. Kapan akan berakhir ?
    Saat pandemi juga berakhir
  3. Kapan pandemi berakhir?
    Tidak ada yang tahu
  4. Akankah pandemi berakhir?
    Mungkin saja. Segala yang bermula pasti akan berakhir
  5. Jika pun tidak berakhir, maka artinya akan ada saatnya kita berdamai dengan pandemi.

Where :
  1. Kejadian ini terjadi di seluruh belahan dunia
  2. Di beberapa negara kegiatan sekolah tatap muka memang dilakukan dengan prokes
  3. Beberapa lainnya melakukan seratus persen daring
  4. Sebagian paduan antara daring dan luring terbatas
  5. Sebagian lainnya betul-betul tidak ada kegiatan apapun karena terhambat jaringan yang tidak lancar dan larangan untuk tatap muka

Who :
  1. Yang terdampak adalah anak
  2. Kemudian orang tua
  3. Guru
  4. Pemerintahan
  5. Dunia
  6. Generasi masa depan. Karena dengan kualitas pendidikan seperti ini yang kurang maksimal, tidak menutup kemungkinan dunia akan kehilangan kualitas sebuah generasi di masa yang akan datang.
Why :
  1. Mengapa pembelajaran metode daring dilakukan?
    - Karena adanya pandemi
    1.2 Mengapa ada harus daring?
    - Karena anak anak tidak bisa ke sekolah
    1.3 Mengapa tidak boleh ke sekolah?
    - Untuk menghindari penyebaran virus?
  2. Mengapa menghawatirkan metode daring?
    - Karena metode daring terbukti mengurangi kualitas pendidikan
  3. Mengapa metode daring kurang efektif?  
    - Kualitas pendidikan jadi berkurang
    3.1 Kualitas apa saja yang berkurang?
    - Anak kurang memahami materi pembelajaran
    3.2 Mengapa kurang memahami ?
    - Karena metode daring tidak adanya interaksi langsung dengan murid
    3.3 Apakah itu interaksi langsung mempengaruhi kualitas pembelajaran?
    - Ya, karena banyak hal yang mempengaruhi anak saat belajar daring. misal suasana rumah, koneksi internet, dukungan orang tua, dll.
  4. Mengapa Orang tua terpengaruh dalam hal ini?
    - Orang tua meras pusing dengan metode pembelajaran seperti ini
    4.1 Mengapa pusing?
    - Anak yang kurang memahami materi yang disampaikan, sehingga orang tua harus mendidik sendiri di rumah
    4.2 Mengapa orang tua kesulitan saat harus mendidik sendiri?
    - Karen bakal pengetahuan orang tua pun terbatas
    4.3 Mengapa pengetahuan ornag tua terbatas?
    - Karena beragam latar belakang orang tua.
  5. Mengapa hal ini berpengaruh pada masa depan anak?
    - Anak dengan pendidikan metode daring terus menerus tentu akan mengurangi kualitas di masa yang akan datang
    5.1 Mengapa mempengaruhi kualitas hidupnya di masa yang akan datang?
    - Anak yang terpaksa belajar daring jadi kurang kesempatan untuk bergerak, bermain, dan ngebolang yang seharusnya menjdai fitrah anak di usia 7-10 tahun. Mempengaruhi fitrah belajar, fitrah jasmani, juga fitrah sosiabilitas anak
    5.2 Mengapa fitrah sosiabilitasnya juga terpengaruh?
    - Karena anak yang belajar dengan metode daring jadi kurnag mengenal sesama teman juga gurunya, karena tidak pernah berinteraksi langsung
    5.3 Apa pengaruh buruknya?
    - Anak akan jadi individu yang tertutup, introvert dan kurnag memiliki kemampuan untuk bersosialisasi yang baik

How :
  1. Bagaimana cara mensiasati hal ini?
    Dengan upgrading diri baik itu orang tua, guru juga anak
  2. Bagaimana cara guru bisa upgrading diri  dalam hal ini?
    Dengan mempelajari lagi metode-metode pembelajaran daring sehingga bisa lebih interaktif, menyenangkan, dan tidak membuat bosan anak serta bisa dapat dipraktekan bersama anak di rumah, memacu meraka untuk tetap dapat bergerak, berpetualang, dan belajar menumbuhkan rasa ingin tahu sehingga anak dapat mencari tau lebih banyak dari lingkungan sekitar
  3. Bagaimana cara orang tua memperbaiki diri dalam hal ini?
    Orang tua ikhlas dan menerima kembali bahwa sejatinya pendidikan itu berada di tangan orang tua, bukan sekolah. Kemudian bersama guru bekerja sama untuk ambil peran dan ambil bagian dalam mendidik anak. Mengembalikan pendidikan anak sesuai fitrahnya, dengankembali para pendidikan berbasis rumah. Orang tua pun dalam hal ini harus banyak belajar, mencari ilmu dan percaya akan kemampuan yang dimilikinya
  4. Bagaimana cara anak untuk memperbaiki diri dalam hal ini?
    Anak siap untuk menerima bentuk pembelajaran dengan metode baru, kemudian juga siap menerima pendidikan yang diberikan oleh orang tua di rumah. Kemudian juga tetap mau bermain keluar, bergerak, dan ngebolang dengan  tetap menjaga prokes tentunya. Tidak terus menerus bermain gadget.
  5. Bagaimana cara pemerintah dalam menghadapi hal ini?
    Membuat kurikulum persekolah yang lebih flexible sehingga tidak membebani guru, orang tua, juga murid. Mendorong agar persekolahan rumahan menjadi lebih dikenal masyarakat, menyiapkan perundangan yang memudahkan dan mendukung persekolahan rumah, yang seharusnya lebih efektif dilakukan di masa pandemi seperti ini. 

Kemudian selanjutnya dalam starbusting the problem, kami akan mendalami permasalahan dengan passion kami masing-masing. Bagi saya yang sedang membaca, menemukan beberapa artikel pendukung berkaitan dengan hal ini. Diantaranya ada satu artikel yang menurut saya menarik. Membahas tentang pendidikan daring di masa pendemi. Dan dari artikel ini kemudian saya makin paham bahwa sesunggunhnya permasalahan ini berhubungan dengan human rights. Hak asasi manusia untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Berikut link artikel tersebut :  https://www.hrw.org/id/news/2021/05/17/378673

Di dalam tim kami, pun bergabung beberapa orang guru. Setidaknya di sana ada mba Sari yang mengajar di Biduk-biduk, kemudian ada kak Ken dan bu Ella yang juga pengajar di sekolah alam. Dalam hal ini kami banyak mendengarkan bagaimana pandangan dari seorang guru. Bagaiaman sebetulnya kerepotan dan kegalauan yang mereka rasakan sebagai seorang tenaga pengajar di masa pandemi ini. 

Para pengajar pun tidak mengalami hal yang mudah dalam hal ini. Mereka serba salah dalam mendidik anak di masa ini. Ingin melakukan daring, terhambat kuota, jaringan, karena memang tidak semua orang murid juga yang punya keleluasaan dalam terhubung dengan internet. Apalagi bagi kaum bawah. Belum lagi bagi guru-guru yang sudah sepuh, yang biasanya kesulitan mempelajari teknologi.

Bagi orang tua pun sama. Mba Sari bercerita, karena kebetulan beliau tinggal di pesisir. Di sana, rata-rata adalah nelayan. Dengan penghasilan yang tidak banyak. Belum lagi orang tua dengan tingkat pendidikan rendah. Sehingga banyak orang tua yang kesulitan mendampingi anaknya belajar. bahkan ada yang masih buta huruf. Belum lagi masalah ekonomi. Membeli android dan kuota adalah sebuah hal mewah bagi mereka. Sedangkan jika guru mendatangi satu satu ke rumahnya pun tentu membutuhkan effort yang tidak sedikit. 

Diskusi tentang permasalahan ini tetap berlangsung sampai jurnal ini saya tulis. Setiap hari kami secara bergantian mengetengahkan tema tema baru dalam hal ini. Diskusi tetap berlangsung dengan hangat. 

Satu hal yang saya sadari bahwa betul apa yang dikatakan bu Septi. Kita harus terus mendalami dan memahami permasalahan yang kita hadapi. Tidak perlu buru-buru membuat solusi. Dengan diskusi ini, kami akhirnya memahami banyak hal lain dari sudut pandang yang berbeda. Tidak bisa serta merta menyalahkan pihak-pihak tertentu. Akan tetapi sebaliknya, seharusnya memang kita bekerja sama memecahkan permasalahan yang ada. 

Dan dari penggalian masalah ini jugalah akhirnya kami sadar bahwa permasalahan ini tidak hanya dihadapi oleh kami. Tapi ini terjadi hampir di seluruh dunia. Dan masalah ini pun ternyata menjadi bagian dari permasalahan dunia. tentang Pendidikan yang Berkualitas. tentang human rights. Masalah hak Asasi manusia. Masya Allah.

Semoga Allah menuntun kami untuk dapat memberikan solusi bagi permasalahan dunia ini. 


#materi3
#memahamimasalahbersamatim
#ibupembaharu
#bundasalihah
#darirumahuntukdunia
#hexagoncity
#institutibuprofesional
#semestaberkaryauntukindonesia
#ibuprofesionaluntukindonesia


Posting Komentar

0 Komentar