Jika Aku Menjadi Fasilitator Bunda Sayang...
Maka ini akan menjadi kesempatan kedua bagi saya untuk
meremedialkan diri di kelas Bunda sayang. Tentu saja menjadi sebuah kesempatan
istimewa. Mengingat ilmu ilmu di kelas ini belum masih sangat banyak yang masih
harus digali, dipahami, dan dipraktekan kembali. Dan saat menjadi fasil, maka
akan menajadi kesempatan besar bagi saya untuk dapat kembali membaca,
mempelajari, mempraktekan semua ilmu ilmu tersebut hingga betul betul dapat
memahami makna dalam setiap materi yang disajikan. Karena saya yakin, ilmu
seperti ini adalah ilmu yang sangat luas dan dalam pemahamnannya. Orang seperti
saya perlu berkali kali dan waktu yang lama untuk terus menggali guna
mendapatkan insight sesungguhnya dalam pembelajaran tersebut.
Tentu saja dalam lubuk hati saya yang terdalam, saya sangat
berharap saya dapat menjadi fasilitator kelas bunda sayang secara offline.
Mengapa offline?
Banyak alasan yang membuat saya berharap dapat memfasilitasi
secara offline. Di kelas offline tentu saja sayan akan dituntut untuk dapat
memahami materi lebih secara mendalam. Tidak seperti kelas online yang kita
masih bisa open book istilahnya saat memfasilitasi. Di kelas offline tentu
tidak.Hal ini pasti akan memnuntut saya untuk dapat betul betul memahami materi
jauh sebelumnya. Dengan berbagai persiapan, media edukasi, dan berbagai macam
media bantu lainnya. Tentu akan sangat menarik dapat menyiapkan segala macam
aparatus seperti itu. Persiapan persiapan seperti ini tentu saja akan dapat
meningkatkan kemampuan saya sebagai fasilitator. Dalam hal ini tentu juga akan
menambah tingkat kesungguhan dari dalam diri saya. Tidak mungkin disambi,
sambil mengerjakan hal lain saat menemani kelas. Butuh kesungguhan dan
keseriusan yang lebih. Tentu ini hal positif buat saya.
Selanjutnya, di kelas offline pun akan meminimalisisr adanya
kesalhan pemahaman dalam penyampaian. Terkadang, dalam kelas online terkendala
juga dalam bahasa tulisan. Pun terkdang menyebabkan adanya salah persepsi dan
lain hal. Hal ini akan berkurang saat penyampaian secara offline.
Selain itu, di kelas offline pun tentu akan menajdi
kesempatan bagi saya untuk dapat lebih mengenal peserta kuliah, yang juga
otomatis sebagai member dari IPBR. Hal ini tentu akan memberi dampak positif
bagi saya, yang juga sebagai leader di IPBR. Saya dapat menjalin keakraban,
persahabatan, dan persaudaraan yang lebih intens dengan member yang menajdi
peserta kuliah.
Itu jika memang banyak peserta kuliah kali ini yang bersedia
mengikuti kuliah secara offline. Tapi tidak bisa dipungkiri juga bahwa wilayah
Banyumas Raya ini terdiri dari berbagai macam kabupaten yang memiliki jarak
yang lumayan juga. Jadi saya pun tentu saja tidak menjadikan kelas offline ini
sebagai patokan tetap. Seandainya peserta offline tidak mencukupi, tentu saja
tidak menjadi hal yang berat bagi saya memfasilitasi di kelas online.
Saya insyaallah memiliki keluangan waktu bersama sama dengan
gadget. Karena memang suami yang tinggal di kota lain. Anak yang tinggal di
asrama. Hingga saya total hanya berdua dengan si kecil. Saat saat dia istirahat
dan atau jam jama me time saya, tentu saja akan menjadi jam online yang bisa
saya gunakan. Dan itu waktunya cukup luas juga. Sehingga bisa diatur sedemikian
rupa agar saya dapat masuk kelas sesuai dengan kesepakatan bersama.
Kelas online pun bagi saya tidak kalah mengasyikan. Karena
di sana sering keluar referensi referensi baru yang kadang mencengangkan.
Maksud saya, di kelas online memberikan waktu dan kebebasan bagi peserta kuliah
untuk dapat memikirkan materi beserta referensinya lebih lama. Hal ini tentu
saja memberikan kesempatan peserta kuliah untuk menemukan referensi referensi
lain yang menarik untuk menjadi bahan diskusi. Yang terkadang hal tersebut jauh
dari yang kita bayangkan sebelumnya. Hal ini tentu saja akan menambah wawasan,
pengetahuan, dan kemampuan kita.
Di kelas online pun artinya saya sebagai fasilitator akan
dituntut untuk dapat mempelajari lagi hal hal yang berhubungan dengan
memfasilitasi, teknik bertanya, dan merangsang AHA dari peserta kuliah. Hal ini
yang saya sukai di Institut Ibu Profesional. Karena menajdi fasil tidak perlu
serba tau, tapi perlu mengolah sebuah bahasa agar apa yang disampaikan menajdi
lebih menarik. Agar dapat mengemas materi menjadi hal yang menambah rasa ingin
tau dan penasaran peserta kuliah. Dan saat peserta kuliah menemukan AHA nya,
hal itu lah yang membuat fasilitator bahagia. Di sana pun justru saya sebagai
fasilitator pun dapat ikut sama sma belajar.
Bagaimana pun, saya yang seorang developer, menjadi
fasilitator adalah sebuah kebahagiaan tiada tara. Disanalah saat hati saya
menjadi berbunga bunga. Jelas pasti mata saya kan berbinar binar. Di sana
pulalah terbit kebahagiaan dan ke[puasan yang tak dapat dilukiskan.
Saya bahagia sebagai fasilitator. Karena disanalah Allah
memberikan saya potensi kekuatan yang perlu saya gunakan untuk banyak
bermanfaat bagi banyak orang.
Hal itulah yang mendorong saya untuk kembali melamar menjadi
fasilitator kelas bunda sayang #4 kali ini. Walaupun memang telah ada tiga
orang dari IPBR yang melamar menjadi fasil bundsay kali ini. Tetap saja saya
merasa sedih saat menyadari bahwa amanah saya di kelas bundsay #2 akan segera
berakhir. Artinya saya tidak lagi menjadi fasil. Rasanya sayang sekali jika
kesempatan kali ini dilewatkan begitu saja.
Jadi jika saya diijinkan menjadi fasilitator di kelas bunda
Sayang #4 kali ini, maka akan menjadi kesempatan berharga buat saya. Akan
menjadi sebuah kebahagiaan tersendiri mengemban amanah tersebut.
Rima Melanie Puspitasari
0 Komentar
Silahkan memberi komentar
Emoji