Jika Aku Menjadi Fasilitator Bunda Sayang, Perjalanan Menuju fasil Bunsay #4


Jika Aku Menjadi Fasilitator Bunda Sayang...

Maka ini akan menjadi kesempatan kedua bagi saya untuk meremedialkan diri di kelas Bunda sayang. Tentu saja menjadi sebuah kesempatan istimewa. Mengingat ilmu ilmu di kelas ini belum masih sangat banyak yang masih harus digali, dipahami, dan dipraktekan kembali. Dan saat menjadi fasil, maka akan menajadi kesempatan besar bagi saya untuk dapat kembali membaca, mempelajari, mempraktekan semua ilmu ilmu tersebut hingga betul betul dapat memahami makna dalam setiap materi yang disajikan. Karena saya yakin, ilmu seperti ini adalah ilmu yang sangat luas dan dalam pemahamnannya. Orang seperti saya perlu berkali kali dan waktu yang lama untuk terus menggali guna mendapatkan insight sesungguhnya dalam pembelajaran tersebut.
Tentu saja dalam lubuk hati saya yang terdalam, saya sangat berharap saya dapat menjadi fasilitator kelas bunda sayang secara offline. Mengapa offline?
Banyak alasan yang membuat saya berharap dapat memfasilitasi secara offline. Di kelas offline tentu saja sayan akan dituntut untuk dapat memahami materi lebih secara mendalam. Tidak seperti kelas online yang kita masih bisa open book istilahnya saat memfasilitasi. Di kelas offline tentu tidak.Hal ini pasti akan memnuntut saya untuk dapat betul betul memahami materi jauh sebelumnya. Dengan berbagai persiapan, media edukasi, dan berbagai macam media bantu lainnya. Tentu akan sangat menarik dapat menyiapkan segala macam aparatus seperti itu. Persiapan persiapan seperti ini tentu saja akan dapat meningkatkan kemampuan saya sebagai fasilitator. Dalam hal ini tentu juga akan menambah tingkat kesungguhan dari dalam diri saya. Tidak mungkin disambi, sambil mengerjakan hal lain saat menemani kelas. Butuh kesungguhan dan keseriusan yang lebih. Tentu ini hal positif buat saya.
Selanjutnya, di kelas offline pun akan meminimalisisr adanya kesalhan pemahaman dalam penyampaian. Terkadang, dalam kelas online terkendala juga dalam bahasa tulisan. Pun terkdang menyebabkan adanya salah persepsi dan lain hal. Hal ini akan berkurang saat penyampaian secara offline.
Selain itu, di kelas offline pun tentu akan menajdi kesempatan bagi saya untuk dapat lebih mengenal peserta kuliah, yang juga otomatis sebagai member dari IPBR. Hal ini tentu akan memberi dampak positif bagi saya, yang juga sebagai leader di IPBR. Saya dapat menjalin keakraban, persahabatan, dan persaudaraan yang lebih intens dengan member yang menajdi peserta kuliah.
Itu jika memang banyak peserta kuliah kali ini yang bersedia mengikuti kuliah secara offline. Tapi tidak bisa dipungkiri juga bahwa wilayah Banyumas Raya ini terdiri dari berbagai macam kabupaten yang memiliki jarak yang lumayan juga. Jadi saya pun tentu saja tidak menjadikan kelas offline ini sebagai patokan tetap. Seandainya peserta offline tidak mencukupi, tentu saja tidak menjadi hal yang berat bagi saya memfasilitasi di kelas online.
Saya insyaallah memiliki keluangan waktu bersama sama dengan gadget. Karena memang suami yang tinggal di kota lain. Anak yang tinggal di asrama. Hingga saya total hanya berdua dengan si kecil. Saat saat dia istirahat dan atau jam jama me time saya, tentu saja akan menjadi jam online yang bisa saya gunakan. Dan itu waktunya cukup luas juga. Sehingga bisa diatur sedemikian rupa agar saya dapat masuk kelas sesuai dengan kesepakatan bersama.
Kelas online pun bagi saya tidak kalah mengasyikan. Karena di sana sering keluar referensi referensi baru yang kadang mencengangkan. Maksud saya, di kelas online memberikan waktu dan kebebasan bagi peserta kuliah untuk dapat memikirkan materi beserta referensinya lebih lama. Hal ini tentu saja memberikan kesempatan peserta kuliah untuk menemukan referensi referensi lain yang menarik untuk menjadi bahan diskusi. Yang terkadang hal tersebut jauh dari yang kita bayangkan sebelumnya. Hal ini tentu saja akan menambah wawasan, pengetahuan, dan kemampuan kita.
Di kelas online pun artinya saya sebagai fasilitator akan dituntut untuk dapat mempelajari lagi hal hal yang berhubungan dengan memfasilitasi, teknik bertanya, dan merangsang AHA dari peserta kuliah. Hal ini yang saya sukai di Institut Ibu Profesional. Karena menajdi fasil tidak perlu serba tau, tapi perlu mengolah sebuah bahasa agar apa yang disampaikan menajdi lebih menarik. Agar dapat mengemas materi menjadi hal yang menambah rasa ingin tau dan penasaran peserta kuliah. Dan saat peserta kuliah menemukan AHA nya, hal itu lah yang membuat fasilitator bahagia. Di sana pun justru saya sebagai fasilitator pun dapat ikut sama sma belajar.
Bagaimana pun, saya yang seorang developer, menjadi fasilitator adalah sebuah kebahagiaan tiada tara. Disanalah saat hati saya menjadi berbunga bunga. Jelas pasti mata saya kan berbinar binar. Di sana pulalah terbit kebahagiaan dan ke[puasan yang tak dapat dilukiskan.
Saya bahagia sebagai fasilitator. Karena disanalah Allah memberikan saya potensi kekuatan yang perlu saya gunakan untuk banyak bermanfaat bagi banyak orang.
Hal itulah yang mendorong saya untuk kembali melamar menjadi fasilitator kelas bunda sayang #4 kali ini. Walaupun memang telah ada tiga orang dari IPBR yang melamar menjadi fasil bundsay kali ini. Tetap saja saya merasa sedih saat menyadari bahwa amanah saya di kelas bundsay #2 akan segera berakhir. Artinya saya tidak lagi menjadi fasil. Rasanya sayang sekali jika kesempatan kali ini dilewatkan begitu saja.
Jadi jika saya diijinkan menjadi fasilitator di kelas bunda Sayang #4 kali ini, maka akan menjadi kesempatan berharga buat saya. Akan menjadi sebuah kebahagiaan tersendiri mengemban amanah tersebut.



Rima Melanie Puspitasari

Posting Komentar

0 Komentar