Menjadi Ibu Rumah tangga



Lima belas tahun yang lalu...

"Bu, ini saya beri rujukan ibu untuk pergi ke psikolog klinik ya. Silahkan menemui bu XXXX untuk membuat jadwal konsultasi" ujar dokter umum yang memeriksaku pagi ini. 

Ah, kenapa harus ke psikolog? Apa masalahku? Aku hanya merasa sakit kepala dan maag ku yang kambuh. Itu saja. Tidak ada yang lain. Walaupun memang sakit kepala dan maag ini sepertinya menjadi sering hadir akhir-akhir ini. Apakah ini ada masalahnya dengan kesehatan mental? Baiklah jika begitu, sebaiknya aku mengikuti saran dan rujukan dari dokter.

Setelah beberapa kali pertemuan didapati kesimpulan bahwa aku tidak siap tinggal di rumah dan jadi ibu rumah tangga. Ya, sepertinya demikian. Tinggal di sebuah kota yang baru, tanpa teman tanpa saudara. Dan ini adalah cerita lima belas tahun yang lalu, di mana media sosial dan internet belum lah memasyarakat seperti sekarang. Seorang ibu baru, dengan balita berusia dua tahun. Tanpa ilmu, tanpa dukungan, tiada teman dan tidak ada pelarian. Hal ini menjadi sebuah tekanan yang kemudian membuatku menjadi rentan stress, yang menimbulkan penyakit fisik. 

Saat itu aku merasa lemah, tak berdaya, dan sia sia. Mengingat dua tahun sebelumnya aku adalah seorang pegawai yang cemerlang. Saat itu aku sedang dalam puncak prestasi. Memiliki kesempatan yang besar untuk segera promosi ke tingkat yang lebih tinggi. Seluruh hari terasa begitu produktif dan menyenangkan. 

Sungguh berbeda dengan apa yang dirasakan saat itu, saat harus berganti peran menjadi ibu rumah tangga. Sehari-hari di rumah saja. Saat itu aku merasa waktuku terbuang percuma saja. Pagi hanya menunggu sore, sore menunggu malam, dan malam menunggu pagi. Mengurus anak terasa jadi beban berat, karena memang saat itu belum mengenal adanya ilmu parenting. Tidak tahu harus bagaimana. Suami pun sibuk dengan pekerjaan nya. Yang membuatku sering merasa iri, merasa dikorbankan olehnya. Sehingga mengganggu juga keharmonisan dalam keluarga. 

Gak ada keren-keren nya jadi ibu rumah tangga. 

Itulah pikiran ku saat itu


Ibu Sang Tonggak Peradaban




Ketika seseorang berbicara tentang membangun sebuah bangsa, membangun sebuah peradaban, maka seharusnya dia memulai nya dengan membangun SDM nya terlebih dahulu. Memperbaiki kualitas para pelaku pembangunan nya terlebih dahulu. Sebagus apapun sebuah sistem, sebanyak apapun sumber daya dan secanggih apapun perangkat yang dimiliki, jika sumber daya manusia nya memilki kualitas yang buruk, maka sebuah kemajuan akan sulit untuk tercapai. 

Membangun SDM tidak lah bisa dilakukan dengan cara instan dan dalam tempo yang sesingkat singkatnya. Membangun SDM harus dilakukan sejak awal, sedari dini. Dan sadarkah kita, bahwa tempat itu, tempat yang paling tepat untuk mendidik seorang anak, untuk membangun SDM, bernama RUMAH. 

Walaupun sebuah rumah dipimpin oleh seorang ayah, pada prakteknya tetap saja ibu lah yang memiliki peran paling dominan di dalam rumah. Ibu lah kemudian yang memiliki peran utama dalam mendidik anak-anak di rumah. 

Ketika seorang ibu menyadari hal ini, kemudian dia mendidik anak dengan sebaik-baiknya, maka akan tumbuhlah seorang pemuda yang terdidik dengan baik. Dan pemuda ini lah yang kelak akan menjadi generasi penerus bangsa, penerus peradaban. Jadi sesungguhnya, ketika ibu mendidik anaknya dengan kejujuran, maka dia sedang membangun sebuah bangsa yang jujur. Ketika ibu mendidik anaknya jadi seorang pekerja keras, maka sesungguhnya dia sedang membangun bangsa yang tangguh. Demikianlah hebatnya peran ibu dari dalam rumah. Dari rumah untuk dunia. 

Saya sendiri pada akhirnya memahami tentang konsep ini saat saya berkenalan dengan komunitas Ibu Profesional. Dalam perjalanan nya saya melihat bagaimana seorang bu Septi Peni, yang nota bene seorang ibu rumah tangga dapat memberikan manfaat yang banyak bagi banyak perempuan. Bukan hanya yang berada di Indonesia, tapi juga di luar negeri.

Kesadaran akan hal ini kemudian yang membuat saya menjadi bangkit dan mulai menata kembali hidup. Saya menjadi sadar akan pentingnya peran saya sebagai ibu rumah tangga. Dan untuk menjalankan peran tersebut, saya perlu memiliki ilmu. 


Ibu dan Potensi Diri

Maka kemudian hal pertama yang saya lakukan adalah mencari ilmu. Untuk menjalankan peran saya  ibu rumah tangga, saya banyak belajar di komunitas Ibu Profesional. Banyak kelas-kelas kecil yang diselenggarakan oleh komunitas Ibu Profesional, yang berguna untuk meningkatkan kemampuan sebagai ibu rumah tangga. Seperti kemampuan komunikasi produktif, kelas kelas gizi, suistanable living, kelas beberes, crafting, dan masih banyak lagi. Hal ini tentu membuat saya menjadi lebih percaya diri sebagai ibu rumah tangga. Ternyata banyak hal yang bisa dilakukan di rumah. Sebagai seorang ibu pun demikian. Di kelas bunda sayang kami dididik menjalankan peran sebagai seorang ibu. 

Hal yang memiliki dampak paling besar, yang membuat saya menjadi semakin bangga dan percaya diri sebagai ibu rumah tanggal adalah saat saya merasa berdaya. Saat saya merasa dapat melakukan sesuatu dan bermanfaat bagi orang lain. Dan ini terjadi saat saya mulai menemukan siapa diri saya sebenarnya, apa potensi yang saya miliki. Saat saya dapat produktif dan berkarya.

Sebagai seorang pribadi pun, ibu harus lah memiliki kesempatan untuk mengekspresikan dirinya. Tentu nya tetap tanpa menyalahi fitrahnya sebagai seorang wanita. Bagaimana kita tetap dapat produktif dan bermanfaat bagi banyak orang walau hanya dari rumah saja. Bagi saya, perjalanan menemukan diri ini menjadi suatu petualangan yang menarik. Melakukan ragam aktivitas baru, bertemu dengan orang baru, berguru dan menggali banyak ilmu. Saya banyak belajar, kemudian saya banyak melakukan ragam aktivitas dari berbagai bidang untuk menggali potensi yang saya miliki. Hingga kemudian pada akhirnya memiliki kesempatan untuk berkarya dan menjadi produktif. Melakukan banyak hal yang bermanfaat walau hanya dari dalam rumah saja. Ketika ibu sudah dapat berkarya, sesuai dengan potensi yang dimiliki, maka dia akan menjadi sosok yang bersyukur. Tentu saja hal ini akan membuatnya menjadi semakin berbahagia. Dan kebahagiaan ibu tentu saja akan menular pada orang-orang di rumah. Kepada suami dan anak anak. 

Saya sadar, di luar sana, masih banyak ibu-ibu mudah yang berfikir seperti saya di lima belas tahun yang lalu. Yang merasa terbebani saat harus menjadi ibu. Yang merasa tidak nyaman dan merasa tidak berharga saat harus di rumah saja. Sesungguhnya pola pikir seperti ini bisa terjadi karena memang mereka belum tahu konsepnya. Belum memahami hakikat sesungguhnya menjadi seorang ibu. Tidak percaya akan kemampuan dirinya sendiri. 

Berawal dari kesadaran tersebut, kemudian saya bersama teman teman mencoba membuat semacam kegiatan bagi para wanita untuk dapat menemukan dirinya. Membantu teman teman untuk mensyukuri terlebih dahulu peran peradaban yang diemban sebagai seorang wanita. Kemudian setelah itu, kami akan bersama sama melakukan ragam aktivitas dari beragam cabang keilmuan untuk kemudian menemukan passion dan  potensi yang dimiliki. Saya berharap di kelas ini, teman teman akan termotivasi untuk menjadi ibu rumah tangga yang bukan hanya sadar akan peran nya, tapi juga bisa produktif dan berkarya sesuai passion dan potensi yang dimiliki. Hal ini akan membuat ibu bahagia, ibu dapat merasakan manfaat keberadaan dirinya. Dia bisa produktif  dan kemudian membagikan kemampuan nya, sehingga memberikan dampak positif bagi sekitar. 

Kegiatan ini memang masih masih berupa embrio. Saya berherap kelak kegiatan ini bisa dikembangkan lebih jauh. Dilakukan di lingkungan PKK, di kampung-kampung dan di pinggiran. Sehingga makin banyak ibu yang sadar akan peran dirinya, juga sadar akan potensinya. Sehingga status sebagai ibu rumah tangga akan menjadi sebuah kebanggan bagi para wanita di dunia. 




Purwokerto, 29 September 2021


#darirumahuntukdunia
#sayembaracatatanperempuanKIP2021
#konferensiibupembaharu2021
#ibuprofesional

Posting Komentar

2 Komentar

Silahkan memberi komentar

Emoji
(y)
:)
:(
hihi
:-)
:D
=D
:-d
;(
;-(
@-)
:P
:o
:>)
(o)
:p
(p)
:-s
(m)
8-)
:-t
:-b
b-(
:-#
=p~
x-)
(k)