Mengenal Fitrah Base Education (1)

Ada tiga pola pengasuhan populer yang dilakukan sebagian masyarakat di era modern saat ini.

Pertama adalah pola asuh para pengukir kayu. Mendidik bagaikan mengukir di atas kayu mentah. Dibentuk dan diukir sesuai dengan keinginan. Dibentuk sedemikian rupa sehingga menyerupai keinginan sang pemahat. Batang-batang kayu tidak memiliki hak untuk memilih menjadi apa yang diinginkannya. Karena sang pemahat lah yang paling tau apa yang ingin dia ukirkan pada batang kayu. tak sedikit kita menerapkan pola pendidikan seperti ini. Dimana anak tidak memiliki kesempatan untuk memilih. Karena semua telah dibentuk dan dirancang oleh orang tua. Anak tidak ada pilihan apapun kecuali pasrah mengikuti apa pilihan orang tua. Pola pengasuhan seperti ini tak jarang melahirkan generasi yang bingung saat dewasa. Tidak terbiasa memilih apa yang terbaik untuk dirinya sendiri. Menjadi pemuda pemudi galau akan masa depannya. Tidak mengenal dirinya, dan tidak paham jalan mana yang akan ditempuhnya di masa yang akan datang. 

Ada pula pola asuh yang mirip dengan peternak ayam. Telur-telur ditetaskan dengan mesin-mesin penetas. Kemudian setelah menetas, dikumpulkan dengan anak-anak ayam dengan usia yang seragam. Diberi makan yang penuh gizi, diberi vitamin, bahkan disuntik hormon agar segera cepat membesar, agar dagingnya banyak. Anak-anak ayam tinggal di tempat yang tertutup dengan pagar tinggi agar terjauh dari penyakit dan gangguan yang lain. Hingga kemudian kelak saat telah cukup usia, para anak ayam yang telah berubah menjadi ayam ayam dewasa ini berjajar satu persatu disembelih dan  memasuki mesin pemotong. Pola asuh yang dianalogikan dengan peternakan ayam pun banyak dipilih oleh orang tua. Dalam hal pertumbuhan dan perkembangan tak sedikit orang tua yang menggegas agar anaknya cepat terlihat kehebatannya. Baik secara fisik maupun prestasi. Beragam les, privat dan kursus diberikan agar anak berprestasi, mengumpulkan banyak piala dan penghargaan di usia dini. Tanpa memahami bagaimana sebetulnya perasaan dan keinginan dari anak yang sesungguuhnya.  Bagaimana orang tua berlomba lomba memasukan anak anak ke sekolah full day, dimana anak anak sepanjang hari berkumpul dengan anak-anak seusia nya di dalam gedung yang berpagar tinggi. Dengan harapan agar anak-anak cukup terjaga dari kejamnya dunia. Terjauh dari godaan-godaan dunia luar. Tanpa orang tua sadari bahwa cepat atau lambat pun anak-anak akan tetap mencecapi dunia nyata. Dan godaan itu akan selalu ada sepanjang waktu dengan bentuk dan warna yang berbeda. Anak yang terbiasa hidup steril, tentu kelak akan menghadapi kesulitan yang besar saat terjun ke dunia nyata.

Pola asuh yang ketiga yaitu pola asuh yang bagaikan petani. Bagaimana petani menanam benihnya ke dalam tanah. Menyiangi,menyirami, dan  memupuki hingga tanaman tumbuh dengan subur. Petani tak pernah berharap agar benih durian tumbuh menjadi pohon apel. Dan tidak menggegas. Membiarkan tanaman yang tumbuh sesuai dengan waktunya. Pola asuh yang ketiga ini lah yang sesuai dengan pola asuh Fitrah based education. 

Apa itu Fitrah based education?

Fitrah adalah kondisi kontribusi karakter yang disiapkan untuk menerima agama. Dengan fitrah ini kita dan keluarga akan mudah menerima Al-Haqq (kebenaran dari Yang Maha Benar). Kebenaran ini bukan hanya soal benar salah dalam hal hukum agama dan ketuhanan, namun juga menyangkut kebenaran berdasarkan hukum alam, hukum sosial di masyarakat. 
Dalam QS. Ar-Rum: 30, "Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui". Kata fitrah ini tersurat dalam Quran dijelaskan sebanyak 28 kali, 14 kali disebutkan perihal bumi dan langit, sisanya perihal manusia.
Secara bahasa atau etimologi, fitrah berarti belahan (al-fitr), sifat pembawaan sejak lahir.Fitrah berbeda dengan watak atau naluri. Watak adalah karakteristik yang terdiri dari bentuk dan materi (untuk benda), naluri adalah sifat dasar (hewan).
Abdullah Yusuf Ali (dalam Santosa, 2020: 142) menafsirkan fitrah sebagai agama yang lurus, bahwa manusia sejak lahir sudah dibekali agama yang lurus seperti agama Nabi Ibrahim. Fitrah Allah tetap tidak berubah tetapi lingkungan bisa mengubahnya, oleh karenanya nabi diutus untuk mengingatkan manusia. 
Menurut Al-Khattab, fitrah manusia bertabiat lurus, siap menerima kebenaran dan ketaatan. Jika dibiarkan begitu saja maka fitrah akan tetap tumbuh karena manusia sudah dilengkapi akal. Jika fitrah melenceng biasanya disebabkan oleh taklid (pengaruh) buruk. 
Menurut Al-Ghazali (dalam Santosa, 2020: 142), fitrah sejak lahir akan menuntun manusia beriman kepada Allah, menerima kebaikan dan kebenaran, dorongan ingin tahu, daya berpikir, dorongan biologis, dan kekuatan lain yang dapat disempurnakan. Dalam FBE, minimal dikenal  delapan jenis fitrah yang dikenal.

Fitrah sebagai bawaan potensi dalam manusia akan membawa hikmah, membawa diri pada kondisi lebih baik, mengobati jiwa yang sakit dan mengembalikan diri dari keterpalingan.  Jadi, fitrah based education (FBE) adalah ilmu parenting yang mengembalikan anak-anak sesuai fitrah, seperti bagaimana keadaan asal mulanya. Tidak banyak menjejali namun mengeluarkan potensi yang sejatinya telah ada dalam diri seorang anak manusia.  

“Setiap anak adalah amanah bagi orang tuanya. Setiap anak memiliki qalbu (hati) suci sebagai mutiara atau perhiasan yang berharga. Jika setiap anak dibiasakan dengan hal-hal yang baik, ia akan tumbuh dengan kebaikan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Sebaliknya, jika dibiasakan berbuat yang tidak baik dan ditelantarkan pendidikannya seperti hewan, ia akan celaka dan merugi. Oleh karena itu, setiap anak harus dilindungi dengan cara mendidik, meluruskan, dan mengajarkannya akhlak yang baik”. (Imam Al Ghazali)

Demikian penjelasan awal mengenai perkenalam tentang Fitrah Based Education

Posting Komentar

0 Komentar