Fawwaz dan Wayang

Fawwaz usia lima tahun, menyukai segala hal yang berbau wayang. Baik itu wayang kulit, wayang golek, maupun wayang orang. Kesukaannya ini telah dimulai semenjak ia berusia tiga tahun. Cita cita terbesarnya adalah menjadi dalang dan menggelar pertunjukan sendiri. Maka project kami kali ini adalah menggelar pertunjukkan wayang bagi dalang cilik Fawwaz. Banyak hal yang perlu kami siapkan untuk itu. Mulai dari cerita, wayangnya, tetabuhan, panggung dan segala jenis pendukung lainnya. Sejatinya project kali ini dipimpin langsung oleh Fawwaz. Akan tetapi kemudian banyak dipecah pecah kembali menjadi beberapa project kecil sebagai pendukung. Project kecil pertama berupa memahami cerita wayang yang akan ditampilkan. Hal ini tentu saja dilakukan sendiri oleh Fawwaz dengan bantuan mama. Kami mencari cari cerita yang menarik lewat video video di youtube. Baik itu video wayang kulit atau wayang golek. Kami juga rajin menonton pertunjukan wayang yang digelar di halaman RRI Purwokerto tiap malam minggu beberapa pekan sekali. Walau pun Fawwaz tidak memahami bahasa Jawa atau pun bahasa Sunda, akan tetapi tidak sulit baginya memahami alur cerita yang dipertonton kan. Mama pun ikut mencari cari cerita pewayangan dari om google untuk menambah perbendaharaan cerita bagi Fawwaz. Project kecil selanjutnya adalah membuat wayang. Fawwaz menginginkan menceritakan sebuah adegan Sri kresna Tiwikrama. Dimana dia berubah menjadi raksasa yang sangat besar dengan rambut yang menyala karena kemarahannya saat itu dibohongi oleh Kurawa. Fawwaz menginginkan sebuah wayang dengan ukuran sangat besar untuk adegan tersebut. Tentu saja wayang yang seperti itu agak sulit dicari. Jika pun ada, perlu dana yang tidak sedikit. Oleh karena itu kami memutuskan untuk membuat sendiri wayang tersebut. Project kecil ini dipimpin oleh papa. Langkah pertama adalah mencari gambar wayang yang dimaksud. Mencari gambar yang paling sederhana yang paling mudah untuk diikuti. Kemudian tak lupa kami menyiapkan karton, cat air, dan perlengkapan lainnya. Setelah siap, mama mulai meniru gambar sesuai contoh. Bukan hal mudah menggambar tokoh pewayangan di karton yang ukurannya sangat besar. Walaupun tidak terlalu mengecewakan, bisa dibilang lumayan lah masih menyerupai. Hahaha... Gambar yang telah dibuat oleh pensil, digunting, kemudian dijiplak di karton lain, digunting kembali sesuai bentuk, dan di rekatkan keduanya menggunakan lem karton. Kegiatan diulangi hingga didapatkan sebuah wayang 3 rangkap.
Mewarnai dilakukan oleh kaka dan Fawwaz dibantu mama. Pemberian warna dilakukan dengan cat air tanpa tambahan air lagi. Ini dilakukan agar didapatkan warna yang lebih jelas dan terang. Warna warna yang dipakai adalah warna khas wayang. Kuning, merah dan hitam. Hampir seharian penuh untuk membuat wayang kertas Tiwikrama dan sebuah wayang gunungan. Tapi wayang wayang ini belum selesai digarap. Karena wayang masih perlu ditempelkan kayu sebagai tancapan. Dan tancapan ini adalah tugas papa. Keesokan hari pulang kerja, papa membawa sebilah kayu. Yang kemudian dipotong, diserut, dan dibentuk agar pas dengan ukuran wayang. Semua dikerjakan oleh papa dan kaka. Setelah kayu diamplas dan menjadi lebih halus, kayu siap ditempelkan dengan wayang. Kawat halus dipakai untuk mengikat kayu dengan gambar wayang. Kawat dipilih agar lebih kuat dan tidak mudah lepas. Mengingat ukuran wayang yang lumayan agak lebar dan berat.
Project kecil selanjutnya adalah kostum. Fawwaz adalah anak yang perfectionis dalam hal penampilan. Dia membutuhkan tampilan yang menyerupai dalang sesungguhnya. Untuk itu kami perlu mencari kostum yang paling cocok. Sebelumnya, kami telah belikan baju jawa lurik. Tapi ternyata dia kurang menyukai lurik tersebut. Katanya masih belum pas sebagai kostum wayang yang diinginkannya. Kostum yang diinginkan baru berhasil didapatkan di pasar Beringharjo saat kami berkesempatan pergi ke Jogjakarta. Setelah berputar putar di pasar kami mendapatkan satu stel baju beskap berwarna merah dengan kain batik sebagai bawahan nya. Untuk topi dalang, alias blankon Fawwaz memiliki banyak koleksi. Mulai dari blangkon sunda, blangkon jogja, blangkon solo, maupun blankon Banyumas. Karena ternyata memang tiap daerah memiliki kekhasan tersendiri dalam blankon blankon tersebut. Perbedaan tersebut misalnya saja dalam tata letak bendolan atau mondolan. Blangkon Solo tidak memiliki mondolan. Sedangkan blangkon Jogja memiliki mondolan besar dibelakang. Blangkon sunda ataupun Banyumasan lain lagi bentuknya. Kini beskap, kain, dan blangkon telah siap. Tinggal keris. Ada hal menarik lainnya dengan keris ini. Suatu kali saat kami ke Jogjakarta, sahabat sahabat di sana yang memahami bahwa Fawwaz menyukai wayang mengajak mengunjungi daerah Pleret. Di sana adalah sentra pembuatan wayang orang. Tentu saja jadi petualangan seru lainnya. Siang hari kami sampai di Pleret. Disana kami diajak mengunjungi tempat pembuatan wayang kulit. Kulit yang telah dijemur dan dibentuk kemudian dipahat oleh alat
semacam tatah atau pahat. Proses ini dilakukan di atas kayu sebagai alas. Hal ini agar tatah tidak mudah patah dan rusak. Bukan hanya wayang saja yang melewati proses semacam ini. Kerajinan kerajinan lain pun yang terbuat dari kulit dibuat melalui proses ini. Diantaranya dompet, tas, gantungan kunci, kipas dan lain sebagainya.
Dari tempat pembuatan wayang, kami mengunjungi toko souvenir yang menjual wayang, Fawwaz tentu saja meminta dibelikan wayang wayang tersebut. Komplit kami membeli pandawa lima disini. Tentu saja harga wayang yang dijual disini jauh lebih murah dibandingkan yang dijual di Malioboro. Usai berbelanja kami menyempatkan diri sowan ke rumah seorang dalang. Beliau menerima kami dengan ramah. Fawwaz tentu saja begitu antusias bertemu dan bertatap muka dengan beliau. Tak lupa pak dalang berkesempatan sedikit mengajarkan Fawwaz teknik dalam memainkan wayang serta sedikit teknik berdialog antara tokoh wayang. Saat berpamitan tak lupa pak dalang menghadiahkan sebuah keris sebagai kenang kenangan. Di situ lah cerita sang keris berasal. Kostum telah komplit, wayang pun telah siap. Masih diperlukan tetabuhan dan panggung. Gendang dipilih Fawwaz sebagai tetabuhan yang akan digunakan. Gendang ini kami dapatkan di Bandung. Saat kami berkunjung ke rumah kakek, sebagai hadiah buat Fawwaz dari kakek.
Cerita membuat panggung adalah hal menarik lainnya. Sampai di rumah, kami mencari cari spot yang paling cocok untuk dibuat panggung pertunjukkan. Beberapa sudut pernah digunakan oleh Fawwaz sebagai panggung pertunjukkan. Hanya saja perlu berbagai
pertimbangan untuk menentukan spot paling pas sebagai panggung pertunjukan akbar. Hingga kemudian diputuskan dinding belakang sofa di ruang tamu sebagai pilihan. Hal ini dikarenakan dinding tersebut memiliki ukuran paling pas, dinding pun berwarna putih bersih, dan jarak antara sofa dengan dinding cocok digunakan sebagai tempat menancapkan wayang. Kami memakai kertas krep warna warni sebagai batas layar. Beberapa wayang ditancapkan sebagai penanda. Selanjutnya adalah pencahayaan. Tak disangka ternyata Fawwaz ini pandai lo buat mengatur pencahayaan yang paling pas buat pagelaran nya. Kami memakai senter rumah untuk menambahkan sorot lampu. Senter disimpan sedemikian rupa di atas barang-barang yang sengaja ditumpuk agar pas dengan posisi yang diinginkan. Tak Lupa kecrekan pun disiapkan. Kakek telah membuatkan kecrekan sederhana buat Fawwaz. Dan jangan lupakan pengeras suara alias mic. Fawwaz memakai mic mainan yang dia miliki, di kalungkan tali di leher agar lebih mudah saat pagelaran. Nah sekarang segala perlengkapan telah siap. Wayang sudah siap, cerita sudah ada, panggung pun telah sedia, kostum telah dipakai oleh pak dalang cilik. Artinya pertunjukan akan segera digelar. Fawwaz akan berlaga sebagai dalang cilik, menyiapkan segala kemampuan nya. Papa akan berperan sebagai penabuh gendang, mama akan menjadi sinden. (Abaikan suara mama yang tak bisa menyanyi, buat Fawwaz tetap mama sinden terbaik hihi). Kaka akan jadi juru rekam yang bertugas memegang hp dan memvideokan pagelaran istimewa ini. Waktu yang ditunggu tunggu pun tiba. Fawwaz naik ke atas panggung disertai bunyi tetabuhan dan alunan suara sinden. Usai lagu pengiring, dalang Fawwaz mulai mengambil suara dan memulai pertunjukkan. Dimulai dari pembukaan, hingga kemudian cerita mengenai Sri krishna yang datang ke tempat kurawa. Cerita makin tegang saat kemudian Sri Kresna TiwiKrama saat mengetahui kurawa berbuat curang. Sedikitnya begitu inti dari cerita yang dipersembahkan. Tapi tak perlu punya ekspektasi terlalu tinggi ya, karena aslinya yah begitulah... Sangat natural, sangat anak anak. Dengan bahasa yang sebetulnya bukan bahasa Jawa, juga bukan bahasa Indonesia. Asli bahasa made by Fawwaz. Hanya keluarganya yang paham artinya. Hahaha... Fawwaz naik ke atas pentas sekitar sepuluh menit. Pertunjukan yang mewah dan memuaskan bagi kami sekeluarga. Terutama buat Fawwaz. Matanya terlihat berbinar bahagia. Kepuasan terpancar jelas dari sinar matanya.
Alhamdulillah, tercapai sudah salah satu cita cita si kecil. Kebahagiaan nya adalah kebahagiaan kami sekeluarga. Kepuasannya pun artinya kepuasan kami semua. Dan pagelaran ini bukanlah jadi pagelaran terakhir. Setelah itu, banyak lagi digelar pagelaran pagelaran lain yang menarik. Sukses sudah satu project keluarga kami dengan bahagia.

Posting Komentar

0 Komentar