Experiental Learning


Pendidikan yang mampu mendukung pembangunan di masa depan adalah pendidikan yang mampu mengembangkan potensi peserta didik, sehingga yang bersangkutan harus mampu menerapkan apa yang dipelajari di sekolah untuk menghadapi masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari saat ini maupun yang akan datang. Salah satu bidang studi yang mempunyai peranan penting dalam dunia pendidikan dan dalam menghadapi masalah kehidupan sehari-hari adalah matematika. Walaupun tidak semua permasalahan-permasalahan itu termasuk permasalahan matematis, namun matematika memiliki peranan penting dalam menjawab permasalahan keseharian. Sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Skemp (1971, p.132) bahwa :

 “mathematics is also a valuable and general purpose technique for satisfying other needs. It is widely known to be an essential tool for science, technology, and commerce; and for entry to many professions”.

Oleh karena itu matematika menjadi mata pelajaran yang diberikan kepada semua jenjang dimulai dari sekolah dasar untuk membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama.

Hal ini karena matematika sebagai sumber ilmu lain, dengan kata lain banyak ilmu yang penemuan dan pengembangannya tergantung dari matematika, sehingga mata pelajaran matematika sangat bermanfaat bagi peserta didik sebagai ilmu dasar untuk penerapan di bidang lain. 

Selain itu juga anak diharapkan agar dapat mencapai tujuan dari pembelajaran matematika itu sendiri, seperti yang tercantum dalam Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006. Bahwa kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi bertujuan mengembangkan logika, kemampuan berfikir dan analisis peserta didik.

Begitu pentingnya peranan matematika dalam kehidupan tidak didukung dengan fakta yang terjadi di lapangan. Saat ini, khususnya di Indonesia, prestasi belajar matematika siswa masih tergolong rendah.Oleh karena itu diperlukan model pembelajaran yang efektif, kondusif, menyenangkan, dan dapat mengaktifkan anak dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan kreativitas, dan prestasi akademik. Caranya yaitu dengan menerapkan model pembelajaran yang berorientasi pada anak atau melibatkan anak lebih banyak di dalam pembelajaran matematika dan menerapkan pembelajaran yang berorientasi pada pengalaman anak atau anak mengkonstruksi sendiri pengetahuannya, sehingga diharapkan menjadi solusi atas permasalahan tersebut. 

Adapun model pembelajaran yang sesuai dengan hal ini adalah model experiential learning.Kolb (1984, pp.25-36) menyatakan tentang karakteristik experiential learning yaitu :

  1. Learning is best conceived as a process, not in term of outcome, 

  2. Learning is continous process grounded in experience, 

  3. The process of learning requires the resolution of conflict between dialectically opposed modes of adaptation the world, 

  4. Learning is holistic process of adaptation to the world,

  5. Learning involves transactions between the person and the environment, 

  6. Learning is the process of creating knowledge. 

Berdasarkan pernyataan Kolb tersebut dapat diartikan bahwa : 

  1. Belajar terbaik dipahami sebagai suatu proses. Tidak dalam kaitannya dengan hasil yang dicapai.

  2. Belajar adalah suatu proses kontinu yang didasarkan pada pengalaman. 

  3. Belajar memerlukan resolusi konflik-konflik antara gaya-gaya yang berlawanan dengan cara dialektis untuk adaptasi pada dunia.

  4. Belajar adalah suatu proses yang holistik untuk adaptasi pada dunia.

  5. Belajar melibatkan hubungan antara seseorang dan lingkungan, dan 

  6. Belajar adalah proses tentang menciptakan pengetahuan.

Selanjutnya Kyriacou (2009, p.52) menyatakan bahwa: 

“Experiential learning, as defined above, involves providing pupils with an experience that will totally and powerfully immerse them in ‘experiencing’ the issue that is being explored, and will as a result influence both their cognitive understanding and also their affective appreciation (involving their feelings, values and attitudes).”

Artinya bahwa experiential learning didefinisikan sebagai suatu pembelajaran yang melibatkan siswa dengan pengalaman secara total dan penuh kekuatan untuk menanamkan mereka dalam mengalami masalah yang sedang dieksplorasi atau digali, dan hasilnya akan berpengaruh terhadap pemahaman kognitif dan juga apresiasi afektif siswa (melibatkan perasaan, nilai, dan sikap siswa).

Sedangkan definisi experiential learning menurut Keeton & Tate yang dikutip (Beard, 2010, p. 17) adalah: 

“learning in which the learner is directly in touch with the realities being studied. It is contrasted with learning in which the learner only reads about, hears about, talks about, or writes about these realities but never comes into contact with them as part of the learning process”.

Artinya pembelajaran dimana peserta didik secara langsung berhubungan dengan kenyataan yang sedang dipelajari

Menurut Kolb (1984, p.68) dalam experiential learning agar proses belajar mengajar berjalan efektif, siswa harus mempunyai empat kemampuan yaitu : 

“concrete experience (sample word, feeling), reflective observation (watching), abstract conceptualization (thinking), and active experimentation (doing)”.

Menurut Munif (2009, p. 80) apabila pembelajaran dengan model experiential learning dilakukan dengan baik dan benar, maka ada beberapa keuntungan yang didapat antara lain:

  • meningkatkan semangat dan gairah belajar siswa,

  • Membantu terciptanya suasana belajar yang kondusif, 

  • Memunculkan kegembiraan dalam proses belajar, 

  • Mendorong dan mengembangkan proses berpikir kreatif, 

  • Menolong siswa untuk dapat melihat dalam perspektif yang berbeda, 

  • Memunculkan kesadaran akan kebutuhan untuk berubah, dan 

  • Memperkuat kesadaran diri. 

Namun, adapun kelemahan dari model experiential learning ini adalah alokasi waktu untuk pembelajaran yang membutuhkan waktu relatif lama.

Dari pandangan para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa experintal learning akan memudahkan anak untuk memahami konsep matematika dengan lebih mudah.

Tentu saja hal ini berlaku karena anak-anak mengalami secara langsung sehingga konsep akan lebih terasa. Dan akan meninggalkan kesan lebih mendalam dari pada sekedar membaca atau menghapal. Bukan hanya mudah, akan tetapi juga menyenangkan. Matematika jadi lebih terasa manfaatnya saat anak mengalami langsung pengalaman dalam memecahkanya. Bukan hanya sebatas membaca, menulis, atau menghapal semata.



Daftar pustaka

  • Beard, C (2010). The Experiental Learning toolkit : Blending practise with concept. London : Kogan Page Limited

  • Depdikbun (2013). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudaan RI Nomor 65 Tahun 2013 Tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta : BNSP

  • Kolb, D.A. (1984).  Experiental Learning : Experience as the source of learning and development. Englewood Cliffs, Nj : Prentice-Hall, Inc

  • Kyriacou, c. (2009) Effective teaching in school : Theor and practise (3nded). London : Nelson Thornes

  • Munif, I.R.S. (Juli 2009) Penerapan metode experiental learning pada pembelajaran IPA untuk meningkatkan hasil belajar siswa SD. Jurnal Pendidikan Fisika : Vol. v, Juli/2009, hal 80

  • Mahmudi, Ali. (2015) Keefektifan experiental learning pembelajaran matematika MTs materi bangun ruang sisi datar. Jurnal Riset Pendidikan matematika : Vol. 2 - nomor 2

  • Joo-hong, woo (2008). Seri Jenius atematika #4 : Baba Gorila Menjual Apel. Jakarta : Gramedia

  • Kyung Jung. Youn. (2008). Seri Genius matematika #5 : Mengirim Bintang. Jakarta : Gramedia

Posting Komentar

0 Komentar