Bukan Sembarang Lelaki

BUKAN SEMBARANG LELAKI
by : bendri jaisyurrahman (twitter/IG : @ajobendri)

Apa ciri khas dari kelaki-lakian? Bukan otot sixpack atau tulang kawat yang jadi ukuran. Sebab sekarang banyak lelaki sixpack tapi ngondek. Tulang kawat, gayanya akhwat. Kalau ada masalah suka baperan. Masalah bertumpuk malah suntuk. Padahal simpel, kalau masalah bertumpuk ya tinggal dijejerin aja. Gak numpuk lagi. Beres kan?

Singkatnya, lelaki sejati itu diukur dari sikapnya bukan sekedar postur tubuh. Perut boleh buncit, tapi bertanggung jawab nyari duit. Otot lengan emang gak segede Ade Ray. Tapi saat diminta menggendong anak, segera menjawab "Okay!"

Inilah lelaki sejati. Saat menikah sudah menyadari bahwa bisa menghamili istri, maka bisa juga mengurus semua itu dan ini. Gak cuma mau enaknya doang. Ngurus anak juga mau. Terlebih bahwa anak itu nasabnya ke si ayah. Jadilah ia di akherat yang ditanya. Gak bisa ngumpet lagi di belakang tubuh istri seperti waktu tukang kredit datang menagih.

Inilah al qowwam. Fitrah yang diberikan kepada kaum adam. Sejak lahir sudah siap mengatur alam. Alam aja siap dikelola, apalagi keluarga. Jadi kalau direpotin sama anak istri dengan banyaknya tuntutan, nyantai aja bro. Namanya juga laki. Jangan cemen gitu lah.

Itulah kenapa, saat punya anak jangan langsung bangga lantas mengaku diri sudah menjadi Ayah. Untuk bisa disebut ayah, gak cukup bermodalkan punya anak. Ini sama bodohnya dengan orang yang punya bola, ngaku-ngaku pemain bola. Untuk bisa dipanggil ayah, maka terima konsekuensinya yakni siap mengasuh anak bersama istri tercinta.

Sibuk cari nafkah? Repot dengan banyak kerjaan? Itu resiko jadi lelaki. Lelaki emang harus gitu. Sibuk dan produktif di luar. Salah kaprah kalau bilang bahwa supaya dicap ayah hebat trus harus resign dari kantor, kemudian bisnis online pasang instagram sambil nawarin produk kecantikan, 'Cek IG aku ya, Sis'. Bukan gitu juga kali.

Lelaki emang harus sibuk. Tapi ketika dituntut menjadi ayah, dia siap. Sebab dia sadar, ayah itu bukan sembarang lelaki. Kalau lelaki biasa merasa cukup dengan memiliki anak, maka ayah dituntut untuk bisa mendidiknya di tengah waktu yang terbatas dengan berbagai siasat.

Tengoklah Ibrahim. Ayahnya para nabi. Allah jadikan namanya sebagai teladan hingga keluarganya pun dipuji atas seluruh alam (ali imran ayat 33). Usaha gigihnya menjadi sosok ayah idaman di tengah kesibukan wajib kita renungkan.

Dimulai dari visinya yang tercatat dalam alquran. Lihat surat ibrahim ayat 35 hingga 37. Ia buat pondasi bagi istrinya selaku eksekutor lapangan. Dengan tahapan pendidikan yang tepat. Dimulai dari aqidah, lanjut ibadah hingga akhlak dan lifeskill bagaimana menjadi pribadi yang simpatik serta mandiri dalam pengelolaan rezki. Semua tersampaikan dalam untaian doa yang indah.

Dari sinilah Ibrahim mencontohkan, bahwa sosok ayah menjadi penentu arah akan tugas pengasuhan. Mau dibawa kemana anak kita? Semua tergantung visi dan misi seorang ayah. Ibu selaku pelaksana cuma mengikuti garis garis besarnya.

Sungguh repot bagi ibu yang diamanahkan mengurus anak tapi tak tau hendak dijadikan apa sang ananda? Ayah menuntut ibu menjadi madrasah pertama bagi anak namun ia lupa bahwa dirinyalah kepala sekolahnya.

Setelah visi tertuangkan, maka pemilihan lokasi tempat tinggal jangan diabaikan. Ibrahim rela membawa anak dan istrinya berpuluh puluh kilometer melewati gurun nan tandus guna mencari lokasi yang baik bagi pengasuhan anaknya.

Dipilihlah mekkah. Negeri yang tandus dan kering. Lah? Kenapa juga harus disana? Tegakah ibrahim? Gak mikirin aspek strategis lokasi tempat tinggalnya. Sudahlah tandus tak ada tanaman pula. Jangan nanya indomaret, tukang voucher pulsa, tempat ngegym atau sport center. Air aja kagak ada disana. Namun pilihan lokasi di mekkah adalah buah dari visi Ibrahim yang jelas dalam pengasuhannya. Alasan dekat dengan rumah Allah yakni Ka'bah di negeri yang diberkahi, menjadi alasan utama.

Jadi visi yang kuat menentukan pengambilan keputusan dalam pengasuhan. Bukan sekedar asal punya tempat tinggal. Termasuk buat ayah di era sekarang. Memilih rumah, bahkan sekolah akan menjadi lebih mudah kalau jelas visinya apa. Salah visi, salah ambil keputusan. Anak dijadikan korban.

Inti dari tulisan yang dibuat kepepet ini cuma menyadarkan bahwa, sosok Ayah jangan dipandang sebelah mata. Amat besar perannya dalam tumbuh kembang anak. Membiarkan anak tanpa sosok ayah, sama dengan merencanakan kerusakan generasi masa depan. Terlebih jika punya anak lelaki. Ayah yang cuek dan cuma mikirin ngasih duit tanpa mau mengasuhnya, sejatinya sedang 'berternak' bencong di rumah sendiri. Banyak anak lelaki gagal menjadi lelaki karena kehilangan role model yaitu ayah.

Tulisan sederhana ini hanya mengingatkan tentang tanggung jawab lelaki. Salah satunya harus siap menjadi ayah. Jangan biarkan istri repot sendirian karena lelahnya mengurus anak. Segera seka air matanya dan bisikkan : "Setelah ini takkan aku biarkan kamu menangis lagi sendirian," Begitu istri tersenyum segera lanjutkan, "sebab setelah ini akan ada wanita lain menemani kamu". Ups.. salah ucap. Itu mah hasrat terpendam. Bukan itu. Maksudnya tekadkan diri untuk mengasuh anak bersama pasangan di tengah kesibukan. Kenapa? Karena ayah bukan sembarang lelaki. Ayah lelaki sejati.

(Bendri Jaisyurrahman)

Posting Komentar

0 Komentar