Masa lalu 2


Semua orang memiliki masa lalu. Itu suatu keniscayaan. Tapi sayang tidak semua masa lalu itu indah. Tidak semua masa lalu menyunggingkan senyuman bibir. Adakalanya membawa duka. Tapi itu pun wajar dan biasa. Yang celaka itu jika masa lalu membawa derita yang berkepanjangan. Membawa trauma yang bahkasn untuk mengingatnya pun kita perlu berjuang sekuat tenaga menata hati. Karena mengingat hal seperti itu akan merobek semua pertahanan yang bertahun tahun dibuat. Sebuah pertahanan yang ternyata tidak lah terlalu kokok seperti harapan. Karena ternyata ketika dihempas angin saja dapat meruntuhkan segala. Kukira itu telah kuat bagai bangunan baja. Tapi ternyata itu hanya ilusi semata. Karena ternyata hanya bangunan dari jerami semata.
Dan sekarang lanngkahku terhenti sendiri. Semua kepedihan ini, semua lara yang membawa merana terasa sakit tak berbentuk. Begitu sakitnya sampai aku tak dapat lagi melukiskan nya dalam kata kata. Rasanya lelah tak bertenanga. Hilang semua perkasa, tak ada lagi cerita. Tidak mungkin dapat berlari dalam keadaan seperti ini. Tetap ada sembilu yang mengadu adu
Walau aku dapat saja tetap dengan kepura puraanku. Walau aku bisa saja tetap dapat menyembunyikan wajah ku dari tatapan sang cemara dengan bersembunyi dibalik topeng kayu ini. Tapi sampai kapan aku dapat kuat menahan beban nya? Topeng ini kian hari kian tebal dengan make up nya yang makin menor.
Dari pada memperbaiki bangunan yang runtuh, segala apa yang telah rusak, aku malah memilih mempercantik topeng tempatku untuk bersembunyi. Sampai kapan.... sampai kapan...
Tentu saja itu bukan jalan keluarnya. Ini hanya pelarian semata. Toh semua sorak sorai dan tepuk tangan itu hanya bersifat sementara? Hanya sebatas fana belaka? Bahwa pujian pujian itu hanya ditujukan pada topeng topeng semata. Bukan pada siapa hakikat yang mengenakannya.
Ketika kembali pada raga yang hakiki, melapskan topeng dan kembali telanjang. Apakah sorak sorai dan tepuk itu dapat mengikuti? Tidak.... Tentu tidak. Semua hanya palsu... Semua fana dan sia sia.
Tidak dapatkah kau pergi saja ke sana ke atas mimbar mu tanpa polesan apa?
dapatkah kau perlihatkan segala borok dan luka yang kau punya itu?
Sanggupkah?
Bisakah?
Aku tak mau...
Aku tak suka jika ada orang yang melihat luka luka dan kehancuran dalam hatiku yang terdalam. Biar saja itu menjadi rahasia antara aku dan Dia.
Satu satunya cara yang paling tepat adalah menyembuhkan luka itu. Menyembuhkan borok yang ada. Agar kelak tak lagi jadi penghalang. Agar tak akan pernah jadi aib lagi bagi diriku atau orang lain.
Tapi bisakah?
Aku bahkan tealh mencoba jalan tersuci yang kumiliki. Dan hal ini ternyata hanya sebuah bangunan jerami semata. Lalu harus bagaimana caranya?
Satu satunya penyelamat adalah kehangatan...
Aaaaaah...
Bukankah semua masalahku ini hanya akbiat dari kesepian, kesendirian, dan tiadanya penerimaan?
Aku sejujurnya hanya butuh kasih sayang. Kasih sayang yang hangat, yang tanpa pamrih. Betul betul tanpa pamrih. Bukan karena kewajiban, tanpa embel embel seks, tanpa pengharapan. Kasih dan cinta yang tanpa syarat. Seperti selayaknya kasih ayah pada anak perempuannya. Seperti kasih seorang kaka lelaki pada adik kecilnya.
Ah....
Bukankah akan sangat indah dunia ini jika aku bisa mendapatkan dekapan hangat seorang ayah?
Belaian lembut seorang abang yang siap melindungi adiknya?
Seandainya...
Seandainya saja...
Tentu aku tak perlu lagi berpura pura tegar. Berpura pura hebat. Memakai berbagai topeng yang luar biasa agar orang bertepuk tangan hanya agar aku dapat merasakan kasih kasih semu ini ?
Oh Allah...
Apakah terlalu berlebihan jika aku memohon pada Mu untuk memberikan seorang ayah padaku. Seorang ayah yang mengasihhiku tanpa henti. Atau berikanlah aku seorang abang yang dapat menuntun jalanku. Yang dapat mendengar segala cerita yang ingin aku jaga.
Toh tak ada yang tak mungkin bagi Mu ya Rabb...
Bukankah begitu mudah bagi Mu mengabulkan sedikit permintaan konyolku ini...
Bukankah dengan demikian, dengan terpenuhinya segala dahaga yang aku rasakan sejak kelahiranku ini, aku akan bisa lebih mudah berkarya. Bukankah dengan demikian langkahku akan menjadi lebih ringan ? Tak kan lagi terseok seok dengan hati yang terus tercabik cabik dan teriris iris sembilu?
Ya Allah, aku hanya mengidamkan kasih sayang dan kehangatan semata. Bukan harta juga wibawa apalagi singgasana. Aku hanya ingin kasih sayang, pelukan dan dekapan hangat
Atau aku hanya dapat bermimpi saja tanpa ada harapan untuk mendapatkannya?
Aku tak tau...
Aku hanya bisa menunggu dengan luka penuh sembilu...

Posting Komentar

0 Komentar