Fenomena lgbt

Resume Kulwap Koordinator Instititut Ibu Profesional

 Jumat,19 Feb 2016
Narsum: Adriano Rusfi (Ust. Aad)
 Host: Septipeni Wulandani

Pola asuh anak telah terjadi saat anak masih dalam kandungan. Seorang bunda/ayah yang telah “mematok target” jenis kelamin anak, dan ternyata berbeda dengan ketetapan Allah, dapat membuat anak mengalami disorientasi seksual di alam bawah sadarnya.

Saat anak tersebut lahir, orangtua yang tertalu berharap dengan jenis kelamin tertentu pasti akan kecewa, dan inipun akan menimbulkan “kerenggangan” hubungan bathin antara ayahbunda dengan anaknya. Inipun memiliki dampak psikologis tertentu.

Selanjutnya, ekspektasi akan melahirkan preferensi, dan preferensi akan menimbulkan pola dan gaya asuh. Dimulai dari memberikan nama pada anak. Apakah nama anak-anak kita telah clear laki-laki atau perempuan ? Dan sudahkah kita memanggilnya dengan panggilan-panggilan yang sesuai jenis kelaminnya

Jangan sampai karena kita begitu berharap punya anak laki-laki, kita telah mengkoleksi baju dan pernak-pernik anak-laki laki jauh sebelum kelahirannya. Dan ketika ternyata yang lahir adalah anak perempuan, lalu kita pakaikan baju laki-laki itu padanya, dengan alasan “dibuang sayang”. mainannya pun tak menunjukkan peran seksualnya.

Lalu, sudahkah anak merasakan diferensiasi gender pada kehidupan dan perilaku orangtuanya sebagai sebuah teladan ? Ketika ia tidak melihat adanya perbedaan yang signifikan antara “Sang Ayah” dengan “Sang Ibu”, baik dalam sikap, peran dan pembagian tugas kehidupan, adalah wajar jika anak mengalami “sexual and gender confuses” dalam identifikasi dirinya

Yang lebih repot lagi adalah jika AYAH absen dalam mendidik anak. Sehari-hari ia hanya menyaksikan ibunya sebagai role model tunggal. Bagaimana ia akan memahami tentang “lelaki” dan “perempuan”, baik persamaan maupun perbedaannya ? Bagaimana ia akan memahami tentang femininitas dan maskulinitas ? Ibu Elly Risman bilang : “Indonesia is the fatherless country”

Pendidikan yang terburu-buru melakukan segregasi (pemisahan) seksual pada anak juga nggak bagus terhadap pemahaman perbedaan seksual. Makanya Rasulullah SAW memerintahkan segregasi seksual pada anak saat ia berusia 10 tahun.

Banyak anak-anak yang mengalami misidentitas dan disorientasi seksual karena tugasinya sejak kecil hanya satu : belajar. Dia tak pernah. dilibatkan dalam kehidupan, agar fokus mengejar kecakapan akademik dan nilai raport. Yang laki-laki nggak pernah mengangkat barang belanjaan orangtua. Yang perempuan nggak pernah membantu memasak di dapur. Pokoknya : BELAJAR !!!

Tak heran jika orang-orang yang mengalami misidentitas dan orientasi seksual itu pintar-pintar secara akademik, tapi banci.

Posting Komentar

0 Komentar