Berkenalan dengan Femininitas



Dalam materi pertama TFT (Training for Trainer) Rumah Bunda tanggal 23 April 2021, ustadz menceritakan kembali bagaimana Rumah Bunda, yang dulu bernama Forum Femininitas Bunda terbentuk. Bagaimana sebuah ide dan tantangan yang kemudian dapat ustadz jawab sehingga lahirlah sebuah forum bunda. Yang bukan bercerita lagi tentang parentig atau ilmu pengasuhan. Tapi sesuatu yang lebih dalam dan lebih krusial dari pada itu. Sesuatu yang harusnya disadari oleh bunda, sebelum dia kemudian dapat mengasuh anak di rumah. 
Target awal Femininitas Bunda adalah mengembalikan perempuan pada kekuatan dan kebangaan nya akan femininitas. Sehingga dapat menghidupkan kembali femininitas pada bunda. 

Saya jadi teringat dahulu, bagaimana saya sebelum mengenal femininitas. Dan bagaimana pertama kali saya berkenalan dengan nya. Awal diajak bergabung di FFB, ada sebuah kekhawatiran dalam diri saya sendiri. Takut. Saya masih teringat dulu waktu sekolah saat harus mengikuti kelas keputrian. Sangat membosankan dan menakutkan. Karena didalamnya kita dituntut untuk bersuara pelan dan lembut, lemah gemulai, tidak memakai celana, berlama lama di dapur, bahkan dalam berjalan pun harus pelan dan gemulai. Buat saya yang maskulin, hal itu sangat menakutkan. Apalagi jika kita menolak, maka akan diceramahi habis habisan oleh kakak kelas. 

Bayangan akan hal ini membuat saya sebetulnya segan untuk masuk kelas femininitas saat itu. Apalagi kelas femininitas pertama adalah kelas offline. Yang artinya setiap bulan sekali saya harus datang ke Bandung. tentu bukan hal yang mudah. 

Tapi kemudian Allah SWT menggerakkan hati saya. Allah memudahkan semuanya. sehingga kemudian saya dapat mengikuti kajian ini dengan baik. 

Dalam kelas pertama kajian FFB, semua materi disampaikan oleh ustadz Aad. Disampaikan secara teoritis, dalam bentuk konsep konsep yang harus dipahami. Buat saya sendiri, hal ini bukanlah hal yang mudah untuk dipahami. Ya, saya sadar saya memiliki kelemahan dalam memahami konsep. Butuh waktu bagi saya untuk dapat menyelaminya. Bukan hanya hitungan hari, bahkan bulan dan tahun. Karena ternyata sampai saat ini pun saya masih terus berusaha untuk memahami seluruh konsep dari femininitas yang disampaikan utadz Aad. Karena sebagian memang belum terasa, belum dipraktekan dengan baik.

Hal ini pun yang kemudian dirasakan oleh ustadz, sehingga dalam FFB berikutnya ustadz meminta kepada beberapa fasilitator wanita yang menyampaikan materi FFB. Agar lebih bisa dipahami, kata ustadz.

Saya saat itu salah satu fasilitator tersebut. Tapi kemudian lagi lagi saya belum memahami betul apa yang dimaksudkan oleh ustadz. Di awal-awal menjadi fasilitator, saya menyampaikan materi masih dengan gaya ceramah. Padahal, seharusnya hal inilah yang harus dihindari. Materi femininitas ini harusnya tidak disampaikan dengan gaya ceramah, secara teoritis dan konseptual. 
Ya, saya begitu bodoh dan sok tahu. Sehingga masih keliru juga dalam menyampaikan materi. Shingga kemudian femininitas menjadi hal yang sulit untuk dipahami dan dimengerti oleh peserta. Ah, saya pun jadi khawatir justru hal ini akan menyimpang dari tujuan awal. Bukannya membangun jiwa, menjadi wanita wanita yang dapat menghidupkan kembali femininitasnya. Tapi hanya sekedar wanita yang tau teori femininitas, tapi sama sekali tidak berubah jiwanya. Astaghfirullah....

Ya Allah, maafkan segala kesalahan hamba. Maafkan segala keterbatasan kemampuan hamba. Mudahkanlah hamba untuk dapat menebarkan ilmu femininitas ini. Sehingga dapat membantu para wanita kembali pada kesejatiannya sebagai seorang wanita. 




Seiring berjalan nya waktu, kemudian femininitas bunda berubah menjadi Rumah Bunda. Salah satunya adalah karena bertujuan mengembalikan bunda ke dalam rumah. Sesuai dengan fitrahnya. Bagaimana sehingga kemudian bunda dapat nyaman kembali berada di rumah. 

Karena sesungguhnya bunda akan bermakna dan berdaya jika dia hidup dalam sebuah ekosistem yang tepat. Dan ekosistem itu bernama keluarga. Bunda akan dapat berdaya dan bermakna jika dia diaktivasi dalam sebuah organisasi yang bernama keluarga. Kontennya tentang hati, cinta, kasih sayang, malu, empathy, dan seterusnya.

Rumah, di sanalah tempat bunda. Tempat yang paling tepat dan nyaman bagi bunda. Seharusnya. 

Bagi saya pribadi hal ini membutuhkan waktu yang lama dan jalan yang panjang. Saya teringat dahulu bagaimana saya pertama kali masuk ke dalam rumah. Karena terpaksa. Sesungguhnya karena harus, mau tidak mau. Dulu, karena saya hamil dan melahirkan, kemudian saya harus berada di rumah. Tidak lagi bekerja. Hal ini tentu saja membuat saya tidak nyaman. Saya ingat dulu waktu di Bandung, saat tinggal di Mochammad Toha. Ghazy masih berumur sekitar 3 tahun. Saya waktu itu sering merasa sakit kepala, sakit asam lambung dan dada yang bergetar kencang. Saat periksa ke puskesmas sebetulnya saya sempat dirujuk ke psikolog. Tapi karena keterbatasan dana, saya tidak berani berangkat. Saat itu, saya sadar saya belum terima berada di rumah. Diam tanpa melakukan apapun. Bagi saya yang maskulin, senang sibuk dan senang berfikir, berada di rumah, mengurus anak kecil, tanpa ilmu, tanpa apapun, itu sungguh sangat menyiksa. Seperti di penjara. 

Hal seperti ini berjalan bertahun tahun. Hingga kemudian kehidupan mulai bergulir. Allah menunjukkan saya jalan. Kurikulum Allah yang membuat saya kemudian berusaha membuat rumah menjadi tempat yang nyaman. Saya mulai belajar dari rumah. Meminjam dan membeli buku buku sebagai teman. belajar merajut, membuat karya yang kemudian dapat meningkatkan kepercayaan diri saya sebagai pribadi. Lalu bertemu dengan berbagai komunitas parenting, sehingga kemudian saya bertemu dengan ustadz Aad, dan mengenal femininitas sebagai sebuah kesejatian. 

Saya membutuhkan waktu bertahun tahun untuk kemudian dapat berdamai dengan sesuatu yang bernama rumah. Bukan hal yang mudah bagi saya. Tapi saya melewati semua tahapannya. Hingga saat ini, saya malah jadi malas untuk keluar rumah. Apalagi di masa pandemi. Saya lebih suka menghabiskan waktu saya di rumah. Melakukan banyak hal. Berkebun, membuat kue, atau sekedar bermain dengan anak anak. Walau, terkadang  bosan itu melanda. Sekedar bersepeda motor bersama suami, berkeliling kota. Itu sudah menjadi obat mujarab. Ya, hal itu adalah hal yang nyaman buat saya. Cukup untuk menghilangkan tekanan. 



Betul apa yang dikatakan ustadz, seorang wanita perlu membawa dunia ke dalam rumahnya. Apa yang membuatnya bahagia, maka bawalah itu ke dalam rumah.

Saya beruntung mendapatkan hal ini tepat saat saya ingin membuat Talents Activation for mom. Kegiatan ini dirancang untuk mengaktivasi bakat bunda. Nah dalam hal ini, saya ingin menerjemahkan talents tersebut menjadi segala aktivitas yang dilakukan bunda di rumah. Bagaiamana bunda yang memiliki kekuatan administrasi misalnya, bisa produktif di rumah sesuai kelebihannya tersebut. Bunda dengan kemampuan public speaking, pun dapat berkarya tanpa perlu membuak pintu. Bagaiama pun kecanggihan teknologi akan dapat banyak membantu bunda tetap dapat produktif dan menebar manfaat bahkan dari dalam rumah masing-masing. Semoga Allah mudahkan, semoga Allah tunjukan jalan. 



Posting Komentar

0 Komentar