Saat Covid Melanda (2)


Gejala yang saya rasakan saat diantaranya adalah, badan yang sakit semua, linu seluruh persendian. Seperti orang yang terkena chikungunya. Lalu batuk kering, dan brain fog. Saya tidak dalam keadaan sadar 100%. Sempat demam, tapi hanya sebentar saja. Tidak lama. Kemudian yang parah adalah lidah yang keseluruhannya terasa pahit. Sungguh sungguh pahit. Bahkan mengecap ludah sendiri pun terasa sangat pahit. Asam lambung yang naik juga. Mungkin GERD saya kambuh juga.Perut terasa mual jika berhadapan dengan makanan. Seenak apapun makanan tersebut. Saya menyadari penuh kalo saya dalam keadaan yang tidak sadar sepenuhnya. 

Hari Senin saya ke PMI, cek antigen dan positif. Lalu diberi obat-obatan dari PMI. Diantaranya adalah paracetamol, obat mual, obat maag, obat batuk, dan vitamin D. Hari itu juga saya menghubungi pihak Puskesmas setempat. Bersyukur langsung dapat kontaknya dari mba Antik yang memang membantu sedari awal. Pihak Puskesmas mengatur agar saya besok datang ke Puskesmas untuk tes PCR.  


Keesokan harinya, diantar pak Herdi saya segera berangkat ke Puskesmas. Ternyata di sana banyak orang yang mengantri. Sebagian ingin swab antigen, dan sebagian untuk tes PCR. Semua sudah mendaftar terlebih dahulu kepada pihak Puskesmas. Kami dikumpulkan di sebuah lapangan kecil di tempat yang jauh dari jangkauan pasien pasien dengan penyakit lain. Pemeriksaan PCR dilakukan di luar ruangan, di bagian lapang di bawah sinar matahari pagi.Tes dilakukan oleh seorang dokter dengan APD lengkap. Pemeriksaan kali ini tidak terasa sakit seperti yang dibanyangkan. Sepertinya pak dokter memang sudah profesional melakukan tes semacam ini. Setelah tes, kami diminta untuk kembali ke rumah, karena hasil swab akan keluar beberapa hari ke depan. 

Saat itu juga kemudian saya menghubungi bu RT dan beberapa teman. Demi keamanan dan kelancaran semua. Dan secara resmi hari itu kami melakukan isoman. 

Beruntungnya, kami sudah punya sedikit stok beras, mie, telur, dan beberapa jajanan lainnya. Semoga cukup selama dua pekan. 


Kemudian saya menghubungi mba Rina dan mba Saras di grup dapur. Hal ini bertujuan agar segala urusan yang berkaitan dengan Rumah Konsultasi Bakat dapat dibantu diselesaikan oleh mereka berdua. Karena saat itu memang kami sedang melangsungkan kelas Online Talents Club for Holiday. Jadi semua diatur agar mereka berdua lah yang melanjutkan kelas. Tidak lupa juga menghubungi mba Adri dan teh Dewi agar urusan kelas Rumah Bunda dan AJLC pun dapat diatur terlebih dahulu. 





Awalnya memang hanya beberapa teman dekat saja yang berhubungan dengan pekerjaan dan tugas-tugaslah yang saya hubungi. Kan tetapi seperti biasa, berita selalu cepat menyebar. Hal ini menyebabkan WA dan tlp yang datang silih berganti sepanjang hari. Mulai dari sekedar menanyakan kabar, bersimpati, lantunan doa, ada yang menanyakan alamat untuk mengirim bingkisan, bahkan ad ajuga yang menanyakan no rekening. 

Alhamdulillah Allah kirimkan orang-orang baik di sekitar kami. 

Sejak hari pertama kami mengumumkan terkena covid, maka sejak saat itu kiriman-kiriman datang bagaikan air bah. Makan pagi, siang dan malam, selalu ada yang mengantar. Entah itu dari tetangga, atau dari ibu-ibu Mom preneur. Kabarnya mereka bahkan membuat jadwal bergantian untuk mengirimkan makanan. Bukan hanya masakan, tetapi juga makanan mentah. Telur, mie, frozen food, susu, beras, dan lain sebagainya. Belum lagi beragam obat dan vitamin yang berlimpah. Alhamdulillah.

Makanan yang datang sangat beragam. Saya tidak ingat semua. Tapi selalu terlihat enak. sayang saja saat itu indera perasa saya tidak berfungsi. Hingga semua terasa sia-sia. Tidak dapat dimakan dengan baik. Baik saya, suami apalagi Ghazy, kami tidak dapat memakan nya. Fawwaz saja yang masih dapat mengkonsumsinya dengan baik. 

Beberapa hari kemudian saya betul-betul tidak dapat mengkonsumsi makanan. Hanya minum air putih. Memaksakan diri minum obat, dan mendapatkan sedikit tenaga dari air madu. Hanya itu saja. selebihnya makanan apapun ditolak oleh tubuh ini. 

Ah iya, selama sakit, makanan selalu datang ke rumah. Tapi tidak selalu pas dengan selera. Akhirnya kami memutuskan untuk membeli online. Atau memintanya pada Rina. Dia lah yang dengan begitu baik menanyakan aku mau makan apa, minta apa, mau dibelikan apa. Betapa baik nya mereka. Aku berhutang banyak pada mereka. 

Kurang lebih hari ke 10 atau lebih, barulah saya mulai merasa lapar. Saya mulai memikirkan nikmatnya masakan padang. Ingin makan buah-buahan dan seterusnya. Saya mulai meminta pisang dan apel pada Rina. Hari berikutnya mulai ingin makan sayuran. Sekedar sayur asem saja, tanpa nasi. tapi itulah masakan pertama yang tidak ditolak oleh tubuh. 

Saat memesan via gofood, saya mulai memesan nasi padang. Tidak habis memang, tapi sudah mulai masuk tubuh. Lalu memesan bakmie. Itu pun mulai terasa nikmat. Walau sebetulnya tidak tau rasanya karena memang lidah tidak bisa merasa. 

Mulai dari itulah tubuh terasa bertenaga. Mulai dapat berjalan dengan baik, berbicara dengan lebih panjang walau suara masih bergetar, dan seterusnya. 

Saat sakit, rumah betul-betul tidak terurus. Karena memang yang sehat di rumah hanyalah Fawwaz. Dia lah yang bertugas menemani dan melayani kami semua. Dia yang mengambil dan memasukan makanan dari luar pintu rumah. Membersihkan sampah-sampah, mengambilkan makanan atau minuman yang kami minta. Jika dia bosan dengan makanan yang tersedia di rumah, maka dimasaknya mie, atau menggoreng telur setengah matang kesukaannya. 

Tidak banyak memang yang bisa dilakukan Fawwaz saat itu. Rumah seperti kapal pecah, terutama di bagian dapur. Makanan sisa yang bertumpuk dimana mana, semut, piring kotor, dan sampah yang menggunung. Melihat hal tersebut ternyata menimbulkan stress sendiri bagi kami. Sempat terpikir untuk mengundang mama kesini. Walau memang terhalang oleh PPKM. Tidak ada yang lolos bisa keluar kota di saat itu. 

Untuk mengatasinya, kemudian saya memaksakan diri untuk sedikit mengurangi kekacauan yang ada di dapur.Rupanya saat itu tubuh betul-betul lemah. Bahkan untuk berdiri dan mencuci piring saja, tidak mampu.  Kursi di ruang makan saya dorong ke dapur. Saya bisa mencuci piring sambil duduk, sedikit memasak juga sambil duduk di kursi. Lumayan membantu. 

Tepat hari ke 15, setelah dua pekan di isolasi di dalam rumah akhirnya saya resmi bebas dan boleh kembali keluar. Hal pertama yang saya lakukan adalah keluar untuk mencari nasi padang. Mengendarai scoopy saya menuju ke rumah makan padang langganan. Tempatnya memang agak jauh dari rumah. Terasa sangat jauh saat itu, mengingat badan yang belum benar-benar fit. 

Saya merasa kaget saat itu. Jalanan sepi, sangat sepi, jauh dari biasanya. Padahal saya melintasi kota. Portal dimana-mana. Jalanan banyak yang ditutup. Beruntung saya cukup mengenal jalanan di kota ini, hingga bisa mencari jalan pintas untuk bisa sampai di tujuan. Menjadi sangat sedih saat kemudian mendengar cerita dari pemilik rumah makan padang. Dia menceritakan bagaimana keadaan kota selama PPKM. Seperti kota mati. Seketika kesedihan meliputi seluruh jiwa dan raga. Terlintas bagaimana nasib para pedagang kecil, asongan, tukang parkir, supir angkot, tukang becak. Toh perut tidak bisa kenyang hanya dengan kata PPKM. Semoga Allah mudahkan mereka. 

Banyak hal dan pelajaran yang kami ambil saat itu terjadi. Kita lanjut di tulisan berikutnya ya...

Posting Komentar

0 Komentar