Ibu Pembelajar (sebuah cerpen) bagian 2

Keesokan sore. Kali ini cuaca cerah ceria. Suamiku baru saja mengganti baju sepulang bekerja. Dia berjalan ke ruang tengah tempat kumpul keluarga. 
    “Pah lihat...! “ seru Adek sambil menyodorkan sebuah buku bersampul hijau pada ayahnya. 
    “Adek beli buku baru ?” tanya suamiku pada si kecil.
    “Iya pah. Tadi aku mengantar mama ke toko buku. Terus mama membelikan aku buku ini. Bagus lo pah. Tentang tentara.” Lanjut adek sambil tersenyum bangga. 
    “wah ceritanya pasti seru ya.”
    “seru banget, pah. Liat nih, ini ada berbagai macam baju tentara Indonesia pah.” Si kecil melanjutkan cerita sambil membolak balik buku. Kemudian mereka berdua terlibat dengan diskusi seru tentang buku yang mereka baca. 
    Diam-diam aku memperhatikan diskusi seru mereka dibalik layar laptop. Sedikit mengalihkan perhatian dari portofolio adek yang sedang ku susun. Memperhatikan mereka bercengkrama seperti itu membuatku  bahagia. Sama bahagianya seperti saat menyusun portofolio anak-anak. Mengumpulkan data, menyuting foto-foto kegiatan mereka, menuliskan segala perkembangannya, mencatat perubahan fisik, motorik, dan juga tak lupa mencatat perkembangan fitrah mereka, termasuk menuliskan segala perkembangan fitrah bakat nya. 
Mengolahnya, dan menjadikannya sebuah catatan power points atau kadang berupa dokumen biasa dalam sebuah folder khusus. Catatan-catatan itu selalu kutambahkan dalam kurun waktu tertentu. Menyusun nya mengantarkanku menemukan hal hal yang menarik tentang mereka. Membuatku tersenyum bahagia menyaksikan pertumbuhan dan perkembangan mereka. Menemukan keunikan dalam diri mereka. Membuatku semakin menyadari bahwa mereka spesial, unik dan memiliki potensi luar biasa yang perlu terus ditumbuhkan. 
Selalu seru setiap kali menyadari perkembangan mereka. Sama serunya dengan saat saat menemani mereka menumbuhkan fitrah-fitrahnya. Bermain, berlari, melompat, bergulingan, sekali-kali terlibat dalam diskusi kecil, atau pun hanya sekedar bercerita bersama. Mendongengkan kisah-kisah luar biasa. Kisah tentang raja-raja, kisah tentang pahlawan, kisah tentang pelangi, tentang hujan, tentang masa depan atau bahkan tentang masa lalu yang penuh warna. Selalu menyenangkan menghabiskan waktu bersama. 
Sekali-kali kami bermain keluar dari tempat biasa. Mendaki gunung, berkemah di alam raya, menyusuri pematang, melihat pak tani bercengkrama dengan padi. Menikmati harum pinus di musim penghujan, menembus kabut pekat di tegah malam. Memandangi gemintang terhampar di lagit luas, menemui rembulan berwajah cerah di tengah malam. Bercengkrama dengan mereka di tengah alam terbuka menambah romantisme dalam ikatan rasa. Sekeluarga kami memang pencinta alam terbuka. Menikmati keindahannya menambah segala rasa. Memuja Sang Pencipta.
“Pah, mama kok belajar buku terus sih ?” tanya si kecil tiba tiba. Suaranya agak sedikit dikecilkan volumenya, tapi diam-diam aku tetap masih bisa jelas mendengarnya. Membuyarkan lamunanku tentang alam raya. 
“Emang kenapa gitu, de?” suamiku balik bertanya.
“iya, itu mama baca buku terus. Nulis terus juga.” Bisik  Adek. “ Kayak anak sekolahan.”

Posting Komentar

0 Komentar