Romantic Day

Tak kuasa Dinda menahan senyuman. Hangat menjalari seluruh pori porinya. Bunga itu datang lagi. Dengan cara yang sama. Diletakkan di atas bangkunya, dengan secarik tulisan. Teruntuk Adinda Kusumajaya, dari seorang pemuja rahasia. Sudah tujuh hari berturut turut dia mendapatkan bunga yang sama dengan tulisan yang sama. Entah siapa yang meletakkannya di sana. Tapi yang pasti, siapa pun itu, dia pasti sangat tahu kebiasaan Adinda yang datang lebih pagi dibandung kawan kawan sekelasnya. Tentu dia paham hal itu hingga merasa aman dan nyaman meletakkan bunga itu di sana tanpa takut menjadi gosip murahan. 
Bunga mawar merah segar, dengan secarik kertas berwarna putih dan tulisan tinta biru. Hanya saja, kali ini agak sedikit berbeda. Kertas yang ditempelkan dibunga itu kali ini agak sedikit lebih besar. Ada tulisan yang lebih kecil dibawahnya. 
“Jika kau merindukanku, jumpailah aku saat istirahat di kantin bi Dede. Aku akan menunggumu di sana”
Dinda berdebar debar membacanya. 
Ah ini semua tentu seperti dunia dalam khayalan saja. Di masa kini, saat semua orang telah menggunakan canggihnya teknologi, mengapa masih ada seseornag yang harus repot repot menyelipkan sekuntum bunga di atas bangku sekolah. Mengapa dia masih menitipkan pesan sedemikian rupa untuk berjanji bertemu. Mengapa tidak dia kirim saja pesan melalui sms atau media sosial? Toh nomor semua orang pasti akan dengan mudah mendapatkan nomor Adinda. Bukankah Adinda seorang humas OSIS.
Dalam hati Adinda merasa makin penasaran. Walau diam diam dia memuji kesungguhan siapa pun yang melakukan semua ini untuk dirinya. 
Seluruh pelajaran pagi itu tak ada satu pun yang menarik bagi Adinda. Hatinya telah tertuju pada pertemuannya pada sang pemuja rahasia. Makin mendekati waktu istirahat, dia maikin gelisah. Hatinya makin berdebar debar. Bagaimana dia bisa menemukan sang pemuja rahasia di kantin nanti. Sedangkan tidak ada tanda khusus yang bisa membuatnya menemukan ornag yang telah berjanji dengan nya. Padahal kantin bi Dede selalu penuh sesak oleh anak anak yang berebut mengganjal perut.
Detik terasa semakin melambat hingga akhirnya bel yang ditunggu pun berdering. Waktu istirahat telah tiba. Buru buru Adinda menghambur keluar kelas menuju kantin bi Dede. 
Ganjil, itulah pertama yang Adinda rasakan saat melangkah mendekati tempat pertemuan. Dikejauhan, kantin bi Dede terlihat begitu sepi dan lengang tak seperti biasa. Sedangkan kantin kantin lain sesak seperti biasa. Apakah bi Dede hari ini tidak membuka tokonya?
Hanya tinggal beberapa langkah saat kemudian dia melihat sebuah tulisan besar di atas pintu kantin bi Dede “HARI INI SEMUA MAKANAN DAN MINUMAN DI KANTIN INI TELAH HABIS”  
Kemudian diantara bangku dan meja tempat duduknya, sesosok pria duduj membelakanginya. Sosok itu....
Walau dari belakang tentu saja Adinda sangat memahaminya. Dia yang tiap hari selalu dipandangi nya. Diajaknya berbicara walau hanya lewat layar. Walau hanya diam diam. Dia...
Dia lah yang selama ini selalu hadir dalam mimpi mimpinya, walau tak seorang pun tau.
Kak Dar...
Oh benarkah itu dia...
Kakak angkatan yang kini telah kuliah di sebuah perguruan tinggi negeri di kota Bandung. Yang membayangkan pertemuan dengan nya saja Dinda tak berani
Bagaimana mungkin dia ada di sini saat ini?
Benarkah dia yang selama ini mengirimkan bunga bunga itu?
Bagaimana mungkin?
Semua pertanyaan itu menggantung dalam angan Dinda, hingga sosok pria idamannya itu membalikkan badan dan tersenyum padanya. 
“Dinda, akhirnya kamu mau datang memenuhi undangan kaka. Mari, duduklah di sini...”
Ah, semua pertanyaan itu akan segera terjawab di sini, Dinda. 

Posting Komentar

0 Komentar