Semua orang memiliki masa lalu. Itu suatu keniscayaan. Tapi sayang
tidak semua masa lalu itu indah. Tidak semua masa lalu menyunggingkan senyuman
bibir. Adakalanya membawa duka. Tapi itu pun wajar dan biasa. Yang celaka itu
jika masa lalu membawa derita yang berkepanjangan. Membawa trauma yang bahkasn
untuk mengingatnya pun kita perlu berjuang sekuat tenaga menata hati. Karena mengingat
hal seperti itu akan merobek semua pertahanan yang bertahun tahun dibuat.
Sebuah pertahanan yang ternyata tidak lah terlalu kokok seperti harapan. Karena
ternyata ketika dihempas angin saja dapat meruntuhkan segala. Kukira itu telah
kuat bagai bangunan baja. Tapi ternyata itu hanya ilusi semata. Karena ternyata
hanya bangunan dari jerami semata.
Dan sekarang lanngkahku terhenti sendiri. Semua kepedihan
ini, semua lara yang membawa merana terasa sakit tak berbentuk. Begitu sakitnya
sampai aku tak dapat lagi melukiskan nya dalam kata kata. Rasanya lelah tak
bertenanga. Hilang semua perkasa, tak ada lagi cerita. Tidak mungkin dapat
berlari dalam keadaan seperti ini. Tetap ada sembilu yang mengadu adu
Walau aku dapat saja tetap dengan kepura puraanku. Walau aku
bisa saja tetap dapat menyembunyikan wajah ku dari tatapan sang cemara dengan
bersembunyi dibalik topeng kayu ini. Tapi sampai kapan aku dapat kuat menahan
beban nya? Topeng ini kian hari kian tebal dengan make up nya yang makin menor.
Dari pada memperbaiki bangunan yang runtuh, segala apa yang
telah rusak, aku malah memilih mempercantik topeng tempatku untuk bersembunyi. Sampai
kapan.... sampai kapan...
Tentu saja itu bukan jalan keluarnya. Ini hanya pelarian
semata. Toh semua sorak sorai dan tepuk tangan itu hanya bersifat sementara?
Hanya sebatas fana belaka? Bahwa pujian pujian itu hanya ditujukan pada topeng
topeng semata. Bukan pada siapa hakikat yang mengenakannya.
Ketika kembali pada raga yang hakiki, melapskan topeng dan
kembali telanjang. Apakah sorak sorai dan tepuk itu dapat mengikuti? Tidak....
Tentu tidak. Semua hanya palsu... Semua fana dan sia sia.
Tidak dapatkah kau pergi saja ke sana ke atas mimbar mu
tanpa polesan apa?
dapatkah kau perlihatkan segala borok dan luka yang kau punya itu?
dapatkah kau perlihatkan segala borok dan luka yang kau punya itu?
Sanggupkah?
Bisakah?
Aku tak mau...
Aku tak suka jika ada orang yang melihat luka luka dan
kehancuran dalam hatiku yang terdalam. Biar saja itu menjadi rahasia antara aku
dan Dia.
Satu satunya cara yang paling tepat adalah menyembuhkan luka
itu. Menyembuhkan borok yang ada. Agar kelak tak lagi jadi penghalang. Agar tak
akan pernah jadi aib lagi bagi diriku atau orang lain.
Tapi bisakah?
Aku bahkan tealh mencoba jalan tersuci yang kumiliki. Dan
hal ini ternyata hanya sebuah bangunan jerami semata. Lalu harus bagaimana
caranya?
Satu satunya penyelamat adalah kehangatan...
Aaaaaah...
Bukankah semua masalahku ini hanya akbiat dari kesepian,
kesendirian, dan tiadanya penerimaan?
Aku sejujurnya hanya butuh kasih sayang. Kasih sayang yang
hangat, yang tanpa pamrih. Betul betul tanpa pamrih. Bukan karena kewajiban,
tanpa embel embel seks, tanpa pengharapan. Kasih dan cinta yang tanpa syarat.
Seperti selayaknya kasih ayah pada anak perempuannya. Seperti kasih seorang
kaka lelaki pada adik kecilnya.
Ah....
Bukankah akan sangat indah dunia ini jika aku bisa
mendapatkan dekapan hangat seorang ayah?
Belaian lembut seorang abang yang siap melindungi adiknya?
Seandainya...
Seandainya saja...
Tentu aku tak perlu lagi berpura pura tegar. Berpura pura
hebat. Memakai berbagai topeng yang luar biasa agar orang bertepuk tangan hanya
agar aku dapat merasakan kasih kasih semu ini ?
Oh Allah...
Apakah terlalu berlebihan jika aku memohon pada Mu untuk
memberikan seorang ayah padaku. Seorang ayah yang mengasihhiku tanpa henti. Atau
berikanlah aku seorang abang yang dapat menuntun jalanku. Yang dapat mendengar
segala cerita yang ingin aku jaga.
Toh tak ada yang tak mungkin bagi Mu ya Rabb...
Bukankah begitu mudah bagi Mu mengabulkan sedikit permintaan
konyolku ini...
Bukankah dengan demikian, dengan terpenuhinya segala dahaga
yang aku rasakan sejak kelahiranku ini, aku akan bisa lebih mudah berkarya.
Bukankah dengan demikian langkahku akan menjadi lebih ringan ? Tak kan lagi
terseok seok dengan hati yang terus tercabik cabik dan teriris iris sembilu?
Ya Allah, aku hanya mengidamkan kasih sayang dan kehangatan
semata. Bukan harta juga wibawa apalagi singgasana. Aku hanya ingin kasih
sayang, pelukan dan dekapan hangat
Atau aku hanya dapat bermimpi saja tanpa ada harapan untuk
mendapatkannya?
Aku tak tau...
Aku hanya bisa menunggu dengan luka penuh sembilu...
0 Komentar
Silahkan memberi komentar
Emoji