Ibu Pembelajar (sebuah cerpen) bagian 4

Malu ? tentu saja. Punya anak dengan label anak nakal, anak jahil, anak hiper aktif. Ya, bagi masyarakat awam pada umumnya, memiliki anak yang hiper aktif manjadi sebuah aib tersendiri. Hal memalukan. Seperti penyakit ganas yang tak ada obatnya. Anak hiper aktif itu gak punya adab, gak tau tata krama, dan nakal. Belum lagi dengan gunjingan dan omongan orang sekitar tentang hal ini.
Walaupun sebetulnya, tak pernah sekali pun tuduhan itu dibuktikan secara ilmiah. Kakak tak pernah diperiksakan ke psikolog atau ahli lain yang dapat membuktikan bahwa dia hiper aktif. Tentu saja itu hanya sebuah julukan yang diberikan orang sekitar untuk menjuluki anak yang kebanyakan tingkah sepertinya.Ah, siapa sih orang tua yang tak sedih dibuatnya. 
Tapi nyatanya, sifat tak mau diam, dan aktif itu hanya dilakukannya di sekolaha atau saat bersama teman teman akrabnya saja. Dan tidak dilakukannya saat saat di tempat lain. Di rumah misalnya. Di rumah dia malah tergolong anak pendiam. Lebih suka membenamkan dirinya dengan tumpukan buku-buku kesukaannya. Atau dengan mainan hewan-hewan plastik koleksinya. 
Awalnya aku tak merasa terlalu terganggu dengan omongan di sekitar. Bekerja di ranah publik menyita seluruh tenaga dan pikiranku. Tapi lama kelamaan gosip itu toh sampai juga ke telinga suamiku. Dia yang awalnya merasa risih. Akibatnya, dia jadi makin keras dan disiplin pada anak sulungnya itu. Dia jadi mudah marah-marah dan banyak melarang kakak. Apapun yang dilakukan kakak, tak ada yang benar di hadapannya. 
Ternyata perubahan sikap suami ini lah justru yang membuatku menjadi berfikir. Sebagai seorang ibu, aku tentu tak rela seorang pun memarahi, apalagi membentak putra kesayangannya. Walau itu ayahnya sendiri.  Tapi di sisi lain aku pun dapat memahami perasaan suami. Dia pasti bingung dan malu, dia juga sesungguhnya pasti tak tega anaknya jadi bahan pergunjingan orang. Hingga dia ingin membentuk anaknya jadi anak yang lebih baik. Hanya saja dia tak tau cara yang tepat untuk memperbaikinya. Hal tersebut mendorong ku untuk menggali lebih banyak tentang ilmu-ilmu pengasuhan. Aku mulai menyadari pentingnya ilmu tersebut bagi keluarga ku saat itu.
Itulah awal bagaimana hingga kemudian aku mulai tertarik akan ilmu-ilmu pengasuhan. Aku mulai membeli buku-buku yang berhubungan. Segala macam hal yang berbau pengasuhan pasti akan langsung menarik perhatianku. Bagaimana cara mendidik anak yang baik dan benar. Bagaimana mendidik anak menjadi anak yang sukses, bagaimana membesarkan anak di jaman global. Dan segudang bagaimana-bagaimana lainnya. 
Kala itu, internet baru saja naik daun. Media sosial facebook baru mulai ramai digunakan oleh kaum millenial. Seperti buku, media sosial yang satu ini pun menawarkan berbagai macam kajian parenting yang menarik. Mulai dari ilmu pengasuhan dari luar, ilmu pengasuhan berdasarkan keyakinan, atau pun ilmu pengasuhan berdasarkan hal-hal lainnya.Toko-tokoh parenting bermunculan dengan segudang ciri khasnya. Baik dari dalam, mau pun dari luar negeri. 

Posting Komentar

0 Komentar